KAB. CIREBON, (FC).- Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kabupaten Cirebon menetapkan target penerimaan pajak hotel dan restoran sebesar Rp10,8 miliar untuk tahun 2025.
Angka ini mengalami peningkatan signifikan dibandingkan target tahun sebelumnya yang hanya sebesar Rp9,3 miliar.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Bapenda Kabupaten Cirebon, Suhartono mengatakan, peningkatan target pajak ini didasarkan pada pertumbuhan sektor pariwisata dan perhotelan yang cukup menjanjikan dalam beberapa tahun terakhir.
“Kami melihat potensi besar dari sektor pariwisata di Kabupaten Cirebon. Dengan adanya peningkatan kunjungan wisatawan, kami yakin dapat tercapai,” kata Suhartono, Rabu (12/2).
Namun, kata Suhartono, optimisme tersebut dihadapkan pada tantangan serius, terutama setelah adanya kebijakan pemangkasan anggaran yang melarang pemerintah menggelar acara seremonial di hotel.
Kebijakan ini dikhawatirkan akan berdampak pada penurunan aktivitas bisnis hotel dan restoran, sehingga memengaruhi realisasi target pajak. Kebijakan pemangkasan anggaran pemerintah menjadi tantangan tersendiri.
“Kebijakan pemangkasan anggaran yang diterapkan pemerintah pusat sejak awal tahun 2025 menjadi tantangan serius bagi Bapenda Kabupaten Cirebon. Kebijakan ini melarang pemerintah daerah menggelar acara seremonial, seperti rapat, seminar, dan pelatihan di hotel. Selama ini, acara-acara semacam itu menjadi sumber pendapatan penting bagi hotel dan restoran di Kabupaten Cirebon,” kata Suhartono.
“Banyak hotel dan restoran yang selama ini mengandalkan acara-acara pemerintah. Dengan adanya kebijakan ini, pendapatan mereka otomatis menurun. Ini tentu berpengaruh pada kemampuan mereka membayar pajak,” imbuhnya.
Selain menghadapi tantangan dari kebijakan pemangkasan anggaran, Bapenda Kabupaten Cirebon juga terus berupaya meningkatkan kepatuhan pajak di kalangan pelaku usaha.
Menurut Suhartono, masih banyak pelaku usaha, terutama di sektor restoran, yang belum memenuhi kewajiban perpajakannya.
Untuk mengatasi hal ini, Bapenda telah melakukan beberapa langkah strategis.
Pertama, meningkatkan sosialisasi dan edukasi tentang pentingnya membayar pajak.
Kedua, memanfaatkan teknologi informasi untuk mempermudah proses pelaporan dan pembayaran pajak.
Ketiga, melakukan pengawasan dan pemeriksaan secara rutin terhadap pelaku usaha.
“Kami telah meluncurkan aplikasi untuk memudahkan pelaku usaha untuk melaporkan dan membayar pajak. Aplikasi ini juga dilengkapi dengan fitur penghitungan otomatis, sehingga mengurangi kesalahan dalam pelaporan,” kata Suhartono.
Di sisi lain, tingkat okupansi hotel bintang empat di Kabupaten Cirebon mengalami penurunan signifikan sepanjang 2024. Dua hotel besar di daerah tersebut di antaranya Hotel Aston dan Hotel Patra mencatatkan penurunan jumlah tamu yang menginap dibandingkan tahun sebelumnya.
Berdasarkan data Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kabupaten Cirebon, Hotel Aston mencatat okupansi sebanyak 72.446 tamu sepanjang 2024, turun drastis sebesar 33,04% dibandingkan tahun sebelumnya.
Sementara itu, Hotel Patra masih lebih stabil dengan jumlah tamu sebanyak 70.237, meski tetap mengalami penurunan sebesar 6,12%.
Penurunan okupansi hotel di Kabupaten Cirebon dipengaruhi oleh beberapa faktor. Salah satu yang bakal memperparah adalah kebijakan pemerintah daerah yang melarang penyelenggaraan acara seremonial di hotel.
Larangan ini berdampak langsung pada tingkat hunian kamar, terutama dari sektor meetings, incentives, conferences, and exhibitions (MICE) yang menjadi salah satu sumber pendapatan utama bagi hotel berbintang.
Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kabupaten Cirebon, Ida Kartika menyebutkan kebijakan tersebut mempersempit ruang gerak industri perhotelan.
“Munas minggu lalu di Bandung, semua sepakat PHRI menolak kebijakan pemerintah,” tegas Ida melalui sambungan telepon selulernya.
Pihaknya tidak memungkiri penghasilan hotel adalah terbesar dari kegiatan pemerintahan, seperti meetings, incentives, conferences, and exhibitions (MICE). Jika, lanjut Ida, ketika kebijakan itu melarang kegiatan di hotel, kemudian pajak tetap harus bayar.
“Kan lucu ya. Kita mengandalkan kunjungan dari tamu saja, untuk biaya operasional saja apakah cukup. Tentu tidak,” tegasnya.
“Yang ada nanti imbasnya pengurangan karyawan, pengangguran dimana-mana, tolong kebijakan ini dikaji lagi,” pungkasnya. (Ghofar)
Discussion about this post