KAB. CIREBON, (FC).- Komisi III DPRD Kabupaten Cirebon turun tangan menangani sengketa lahan warga yang melibatkan PT Cirebon Energi Prasarana (CEPR).
Kasus ini mencuat setelah Gilang Ramadhan, pemilik lahan yang merasa tanahnya diserobot, mengajukan aduan resmi.
Dalam audiensi yang berlangsung Senin (11/11), DPRD Kabupaten Cirebon memberi waktu 14 hari kepada PT CEPR untuk menyelesaikan masalah tersebut.
Ketua Komisi III DPRD Kabupaten Cirebon, Anton Maulana menyatakan, bahwa audiensi dihadiri berbagai pihak, termasuk PT CEPR, PLN, Badan Pertanahan Nasional (BPN), serta warga yang terdampak.
Audiensi ini, lanjut Anton, merupakan tindak lanjut atas surat yang diajukan Gilang Ramadhan pada 28 Oktober 2024.
Surat tersebut berisi aduan terkait dugaan penyerobotan lahan oleh PT CEPR untuk pembangunan Tower 5 SUTET (Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi) 500Kv yang menghubungkan PT CEPR dengan Gardu Induk Tegangan Tinggi PLN di Mandirancan-Kuningan.
“Kita upayakan cari solusi yang terbaik, biar haknya saudara Gilang bisa terselesaikan dan posisi PLN juga bisa berjalan. Sebab, karena kebutuhan masyarakat juga,” katanya.
Anton juga menyoroti peran PT CEPR dalam penyediaan listrik di wilayah tersebut, mengingat adanya PLTU namun wilayah Cirebon masih sering mengalami pemadaman.
“Ada CSR dari PLTU, CEPR, PLN, dan lainnya harus bisa mewarnai, karena dari Jawa dan Bali saja bisa diterangi, masa di Kabupaten Cirebon enggak terang. Ya harus CEPR berpikir posisi Cirebon terang itu bagaimana,” kata dia.
Sementara itu, Gilang Ramadhan, pemilik lahan yang bersengketa mengungkapkan, bahwa dirinya telah lama memperjuangkan hak atas tanahnya di Desa Kanci, Blok Siwanter, Kecamatan Astanajapura.
Ia menyampaikan bahwa bangunan Tower 5 yang dibangun oleh PT CEPR mengambil sekitar 84 meter persegi dari lahannya.
“Agenda saya ini kan menyuarakan aspirasi, terkait dengan lahan saya (di Desa Kanci, Blok Siwanter, Kecamatan Astanajapura) yang dipakai oleh pembangunan Tower 5 Sutet Mandirancan CEPR,” kata Gilang.
“Ini sudah lama berproses dengan laporan ke Ombudsman, laporan ke PLN, namun sampai saat ini belum ada titik temu dan tidak ada penyelesaian baik dari CEPR,” sambung Gilang.
Gilang berharap kasus yang menimpanya dapat menjadi pelajaran bagi perusahaan besar seperti PT CEPR agar lebih memperhatikan proses pembangunan dan administrasi.
“Yang dikhawatirkan, bukan hanya saya yang tertimpa kasus ini, tapi banyak warga lainnya di lain tempat, di lain tower memiliki kasus yang sama tapi tidak berani berbicara,” ujarnya. (Ghofar)
Discussion about this post