Sebut saja Pak Ahmad, juru parkir di Jalan Pasuketan tepatnya di depan Apotek Pasuketan, Kota Cirebon, telah ‘mengabdi’ selama belasan tahun menjalankan profesinya.
Bermodalkan peluit dan seragam oranye yang lusuh, dia rela terpapar sinar matahari dan kehujanan demi menafkahi keluarganya.
Namun beberapa tahun belakangan, pria 60 tahunan ini mengeluhkan pendapatannya semakin berkurang. Pasalnya, apotek yang diharapkannya selalu ramai kian hari terasa kian sepi pengunjung.
Ingin bertanya, tapi apalah dirinya hanya seorang juru parkir. Dia hanya bisa mengira-ngira, mungkin karena sekarang apotek semakin banyak di Kota Cirebon.
Sedikit mengulas sejarah, Apotek Pasuketan didirikan oleh Apoteker Suwito Setiabudi pada 14 April 1960, bersama sang istri Indriani Tanudjaja yang menjadi Asisten Apoteker, keduanya berbisnis obat-obatan dan menetap atau tinggal di apotek tersebut. Berbekal pendidikan akademis bidang farmasi di ITB, keduanya merintis apotek mulai dari nol hingga mencapai puncak kejayaannya.
Hingga pada saat itu, Apotek Pasuketan menjadi rujukan bagi masyarakat untuk menebus resep obat dari dokter. Tak sedikit pula masyarakat yang mampir untuk membeli obat biasa, karena ketersediaan obat di Apotek Pasuketan dikenal sangat lengkap dan terjangkau.
Menjadi besar tidaklah membuat Suwito Setiabudi yang kelahiran Cirebon 7 November 1928 ini jumawa, bersedia melayani masyarakat yang membeli obat pada tengah malam, walau apoteknya sudah tutup.
Bersama Indriani yang juga kelahiran Cirebon 10 Juli 1940, melayani dengan sepenuh hati, dan bila ada masyarakat kurang mampu yang membeli obat, mereka akan menggratiskannya.
Duka menyelimuti Apotek Pasuketan, pada 10 Juli 2014 Suwito Setiabudi wafat, setelah itu pada 17 Juli 2021 istrinya yakni Indriani Tanudjaya juga wafat.
Itulah sekelumit cerita terkait Sejarah dari Apotek Pasuketan.
Kembali mengenai kondisi Apotek Pasuketan, penyebab nyaris bankrutnya apotek legendaris di Kota Cirebon ini patut diduga karena ketidak profesionalan pengelolaan yang dilakukan oleh pemilik ‘saham’ mayoritas.
Sebagai informasi, dari Tahun 2021 ‘saham’ Apotik Pasuketan dimiliki oleh dua orang yang merupakan anak dari Suwito Setiabudi dan Indriani Tanudjaya, yakni Indrawati Setiabudi serta Benjamin Setiabudi.
Sepeninggal Indriani Tanudjaya pada Tahun 2021, Benjamin mendapatkan 75 persen ‘saham’, dan menjadi pemegang mayoritas, sementara 25 persen ‘saham’ menjadi milik sang kakak, Indrawati Setiabudi.
Nah, pada saat itu pengelolaan apotek dilakukan oleh Benjamin Setiabudi bersama istrinya Juanita Sulistyowati yang berasal dari Yogyakarta. Bukannya tambah membaik, kondisi apotek malah semakin buruk. Hal ini diduga karena pengelolaan yang dilakukan pemegang saham mayoritas terkesan tidak serius, termasuk dalam pembukuan laporan keuangan.
Atas hal tersebut, Indrawati Setiabudi lewat kuasa hukumnya Reno, mempertanyakan kinerja apotek yang sudah berdiri lebih dari 60 tahun ini.
Reno membeberkan, kliennya sebagai pemegang saham 25 persen, malah kesulitan mendapatkan informasi mengenai kondisi pengelolaan dan internal apotik, termasuk masalah pembukuan dan laporan keuangan.
Karena itu, masalah ini pernah naik ke meja hijau, dan berujung mediasi oleh Pengadilan Negeri, dengan Putusan Perkara Nomor: 16/ Pdt.G/ 2022/ PN.Cbn. Sangat disayangkan, putusan tersebut tidak dijalankan sepenuhnya oleh pihak Benjamin Setiabudi.
“Atas nama klien, kami meminta agar Benjamin Setiabudi menjalankan isi Putusan Pengadilan Cirebon, sesuai dengan ketentuan yang sudah ditetapkan dengan transparansi,” tegasnya.
Reno juga menginformasikan bahwa Apotek Pasuketan ini belum berbadan hukum. Untuk itu pihaknya meminta kepada Benjamin Setiabudi segera mengurusnya.
Beralih ke permasalahan pembukuan dan laporan keuangan, ternyata Benjamin Setiabudi belum memberikan hasil audit Tahun Pembukuan 2022 dan 2023.
“Memang hak klien kami selalu diberikan dari bagi hasil usaha sesuai prosentase kepemilikan. Namun dari tahun ke tahun semakin turun drastis,” ungkapnya.
Sebagai catatan, pada Tahun 2021 Indrawati menerima bagi hasil sekitar Rp259.000.000, namun pada tahun 2022, Indrawati hanya mendapatkan senilai Rp79.418.829.
Dan lebih memprihatinkan lagi, pada Tahun 2023, Indrawati hanya memperoleh bagi hasil senilai Rp43.520.872.
Setelah ditelusuri, ternyata tak hanya pendapatan yang menurun drastis, melainkan nilai aset dan laba tahun berjalan pun menurun signifikan.
Dari data yang ada, lanjut Reno, nilai aset Apotik Pasuketan pada Tahun 2022 senilai Rp1.591.368.555, Tahun 2023 nilainya turun menjadi Rp1.194.287.149.
Sedangkan laba tahun berjalan pada Tahun 2022 dan Tahun 2023 juga mengalami penurunan. Tahun 2022, laba tahun berjalan senilai Rp317.675.316, dan di Tahun 2023 senilai Rp172.211.486, selisih Rp145.463.830.
“Nilai aset dan laba tahun berjalan saja menurun sebesar Rp 397.111.406. Klien kami tidak mendapatkan penjelasan detail mengenai ini dari Benjamin Setiabudi,” sambung Reno.
Benjamin Setiabudi beralasan kepada kliennya, kondisi masyarakat saat ini mayoritas pengguna BPJS, kemudian banyaknya penjualan online hingga semakin banyaknya kompetitor.
Kenyataannya, kondisi stok obat di Apotek Pasuketan banyak yang habis, akibatnya masyarakat yang hendak membeli obat di apotek kecewa.
Ada hal yang janggal, kata Reno, saat Apotek Pasuketan diibaratkan ‘Hidup Segan Mati Tak Mau’ Benjamin Setiabudi justru mendirikan sejumlah apotek dengan label atau brand ‘Pasuketan’. Setidaknya ada 5 apotik yang didirikan Benjamin Setiabudi menggunakan label ‘Pasuketan’.
Benyamin Setiabudi sekarang focus juga di usaha Pedagang Besar Farmasi (PBF) miliknya PT Carmella Gustavindo.
Sehingga untuk keseharian Apotek Pasuketan yang mengurus adalah istrinya yakni Juanita Sulistyowati.
Padahal jelas, kondisi Apotik Pasuketan sedang tidak baik-baik saja, Benjamin Setiabudi malah membesarkan apotek dan PBF-nya sendiri.
“Karena itu, klien kami meminta Benjamin Setiabudi dan Juanita Sulistyowati sebagai pengelola Apotek Pasuketan, agar bisa meningkatkan laba hingga satu milyar. Untuk diketahui, laba yang diterima klien kami Indrawati Setiabudi, seluruhnya digunakan untuk kegiatan sosial kemasyarakatan, dan itu diatasnamakan Apotik Pasuketan, bukan atas nama pribadi Indrawati Setiabudi,” tuntasnya.
Apakah Masyarakat Cirebon akan rela kehilangan salah satu apotek legendarisnya?
Apakah Benjamin Setiabudi bersama Juanita Sulistyowati sebagai pengelola bisa mengembalikan kejayaan Apotek Pasuketan?
Jawabannya ada pada kedua orang tersebut diatas. (Agus)