KAB. CIREBON, (FC).– Para petani di wilayah perbatasan Kabupaten Cirebon dan Indramayu meminta kedua pemda bersinergi dalam perencanaan pembangunan jaringan infrastruktur yang mendukung usaha tani.
Wilayah perbatasan tersebut tepatnya antara Desa Tegal Mulya Kecamatan Krangkeng Kabupaten Indramayu dengan Desa Jagapura Lor Kecamatan Gegesik Kabupaten Cirebon.
Para petani yang tergabung dalam Pavuyuban Rembug Tani itu meminta kedua pemda bersinergi dalam pembangunan infrastruktur usaha tani yang terintegrasi.
Sekretaris Paguyuban Rembug Tani, Casudi mengatakan, pembangunan infrastruktur yang sudah dilakukan masing-masing pemerintah daerah terkesan local wisdom.
Artinya, pembangunan berorientasi pada azas manfaat daerah administratif atau teritorial pengguna anggaran.
Sedangkan di wilayah perbatasan, kondisi di lapangan memiliki karakteristik yang beda antar satu wilayah dengan wilayah lainnya.
“Para petani di kedua daerah itu memiliki ketergantungan satu sama lain. Tidak sedikit kebijakan yang diterapkan masing masing pemerintah daerah yang tidak singkron-terintegrasi,” ungkapnya, Senin (14/4).
Hal itu mengakibatkan pembangunan infrastruktur yang sudah ada seperti akses jalan, tata kelola saluran irigasi dirasakan belum maksimal akibat pembangunan yang tidak utuh atau belum selesai.
Ia menyebut, akibat kendala administratif teritorial itu berdampak pada pertumbuhan ekonomi secara makro.
“Dari sisi kepentingan, petani Tegal Mulya maupun Jagapura memiliki kepentingan yang sama, yaitu terintegrasinya akses jalan dan jembatan penghubung yang memadai,” kata Casudi
“Akibat perencanaan pembangunan yang tidak terintegrasi dari kedua pemerintah daerah, pembangunan yang dilaksanakan belum bisa dimanfaatkan secara maksimal, baik oleh petani Tegal Mulya, maupun Jagapuralor,” lanjutnya
Dedi Abas selaku Ketua Paguyuban Rembug Tani mengatakan petani-petani di daerah perbatasan selalu terkena dampak kebijakan yang tidak berpihak kepada petani.
“Problem solving yang dihadapi para petani dan warga secara umum di wilayah perbatasan yaitu jalan poros penghubung, Jalan poros utama sepanjang 5KM yang melintang sepanjang aliran Sungai Jagawurian merupakan akses utama, melaui wilayah desa Jagapuralor (Cirebon)- kedokan bunder wetan -Tegal Mulya dan Kapringan),” ungkap Dedi
Sedangkan dari arah timur, lanjut Dedi, merupakan jalan provinsi Indramayu – Cirebon ke arah barat sudah dilakukan betonisasi, hanya menyisakan 2,5 km jalan tanah hingga terhubung dengan jalur tengah lintas propinsi yaitu jalan raya Arjawinangun-Karangampel.
“Sangat disayangkan, walaupun tinggal sedikit, namun menjadi hambatan para petani dan pengguna jalan lainya di wilayah tersebut, Apalagi saat musim penghujan, akses jalan tersebut tidak dapat dilalui untuk kepentingan petani maupun akses perekonomian lainnya.mereka harus memutar cukup jauh”. tuturnya
Di luar itu hanya tersedia penyebrangan berupa bilah bambu yang hanya dilalui oleh orang dan kendaraan roda dua terpaksa diparkir di Seberang Sungai.
Kondisi tersebut seringkali dimanfaatkan oleh pelaku kriminalitas.
“Sudah tidak terhitung jumlahnya kendaraan roda dua petani yang hilang saat bekerja di sawah. Atas dasar itulah paguyuban Rempug Tani memohon kepada pemangku kebijakan di kedua wilayah baik eksekutif maupun legislatif untuk memberikan perhatian mewujudkan harapan dan keinginan warga di perbatasan, tentunya sesuai dengan porsinya,” tandasnya.
Sementara itu, salah seorang akademisi dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Cirebon sekaligus pelaku usaha di sektor pertanian, Dr Surnita Sandi Winata SE MM mengatakan, untuk menyikapi keluhan para petani di daerah perbatasan diperlukan sinergi yang kuat antara kedua pemerintah deaerah yakni Kabupaten Cirebon dan Kabupaten Indramayu.
Apalagi, lanjut Sandi, Gegesik merupakan salah satu kecamatan terbesar penghasil padi, kemudian disusul ada Kecamatan Susukan, Kecamatan Ciwaringin dan Kapetakan.
Peran serta anggota DPRD kabupaten, DPRD Propinsi maupun DPR RI dapil Cirebon dan Indramayu untuk berperan aktif mencari solusi problem petani dan masyarakat di wilayah perbatasan.
“Pemkab Indramayu dan Cirebon diharapkan bisa bekerja sama dalam merumuskan kebijakan pembangunan sarana pertanian di wilayah tersebut, dengan mengesampingkan egosentris kewilayahan.Karena pembangunan yang dilaksanakan di daerah tersebut sedikitnya dimanfaatkan oleh dua rakyat kabupaten,” kata Sandi
Sandi menyebut, kedua pemerintah daerah mulai sekarang harus bersinergi untuk bersama sama menyukseskan program ketahanan pangan nasional.
Jika infrasturktur jalan usaha tani masih belum layak, sangat berdampak kepada biaya operasional produksi dan berimbas meruginya petani ketika memasuki musim panen.
“Bayangkan saja berapa biaya yang perlu dikeluarkan oleh petani perbatasan untuk melakukan angkut hasil panen atau selama perawatan padi, belum lagi persoalan tata gilir air, jelas butuh biaya operasional yang tinggi semoga saja kedua pemerintah daerah ini bisa memberikan solusinya,” kata Sandi.
Hal ini, lanjut Sandi yang sering menimbulkan problematika yang berkelanjutan. Pembangunan infrastruktur yang diusulkan oleh masing-masing petani baik petani indramayu maupun Cirebon ke pemangku kebijakan wilayahnya seringkali terbentur faktor geografis dan pengguna manfaat.
“Kondisi tersebut yang menjadi hambatan lambatnya penanganan kebutuhan petani perbatasan,” tandasnya. (Johan)
Discussion about this post