KUNINGAN, (FC).- Menjelang tutup tahun anggaran 2025, Pemerintah Kabupaten Kuningan terus berpacu dengan waktu untuk menuntaskan beban utang yang membayangi sejak 2018.
Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Nomor 15.B/LHP/XVIII.BDG/05/2025, tertanggal 22 Mei 2025, mengungkap bahwa hingga 31 Desember 2024 masih terdapat tunggakan sebesar Rp57,55 miliar dari total utang belanja tahun anggaran 2024 senilai Rp268,36 miliar.
Tunggakan tersebut mencakup pembayaran kepada sejumlah rumah sakit swasta dan pemerintah dalam program Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) serta Jaminan Persalinan (Jampersal), termasuk iuran BPJS Kesehatan pegawai sebesar 4 persen.
Kondisi ini menjadi perhatian serius karena berpotensi memicu gugatan hukum dari pihak ketiga akibat keterlambatan pembayaran.
Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kabupaten Kuningan, Deden Kurniawan, saat dikonfirmasi Kamis (30/10), menjelaskan bahwa dari total Rp268 miliar, terdapat komponen gagal bayar sebesar Rp96,7 miliar yang telah dilunasi melalui efisiensi hingga September 2025.
“Dari sumber pinjaman Rp74 miliar di Bank BJB, sebagian besar kita gunakan untuk menutup kewajiban lama. Sisanya ditargetkan bisa selesai dengan efisiensi,” ujar Deden.
Menurut Deden, pinjaman daerah kepada Bank BJB menjadi langkah tak terhindarkan untuk menutup beban keuangan akibat menumpuknya kewajiban belanja.
“Kalau tidak ada gagal bayar berarti efisiensi berhasil menuntaskan Rp268 miliar, meskipun terpaksa lewat skema pinjaman karena kewajiban yang lumayan besar,” katanya.
Meski begitu, Deden mengingatkan bahwa tantangan utama kini ada pada dua bulan terakhir tahun ini.
Pemkab masih harus melunasi sisa utang sekitar Rp97,3 miliar agar beban tidak berlanjut ke 2026.
“Baru target, kan belum tentu berhasil. Kalau target itu tercapai, tahun depan tinggal cicil pinjaman BJB selama empat tahun ke depan. Kita lihat nanti di akhir tahun, apakah efisiensinya cukup,” tegasnya.
Dengan situasi fiskal yang kian ketat, Pemkab Kuningan kini berada di titik krusial antara efisiensi dan stabilitas layanan publik.
Masyarakat menanti, apakah akhir tahun ini menjadi titik balik bagi keuangan daerah, atau justru awal dari badai fiskal yang lebih besar di tahun berikutnya.
(Angga/Job/FC)












































































































Discussion about this post