KOTA CIREBON, (FC).- Terkait Perda Nomor 1 Tahun 2024, tentang pajak daerah dan retribusi daerah, mantan Ketua Pansus DPRD tersebut dr Dody Aryanto menjelaskan, perda inisiasi Pemkot Cirebon ini muncul sekitar Bulan September atau Oktober 2023.
Kemudian diwaktu itu, dibentuk pansus yang diketuainya, pada rapat pertama pihaknya membuat timeline yang dihadiri oleh Asda Arif Kurniawan sebagai Ketua Tim Asistensi Pemkot Cirebon.
Setelah diperhitungkan pemotongan waktu pengurusan dan pengiriman administrasi yang diperlukan ke provinsi dan Kemendagri, tersisalah waktu sekitar 10 hari sampai 14 hari kerja.
“Dengan waktu 14 hari ini kita kita mengejar untuk menyelesaikan perda ini. Rapat selanjutnya sudah masuk pada tahapan pembahasan dan ekpos perda, mengenai spesifikasi kenaikan dan penurunan PBB, dengan menghadirkan Tim Asistensi, SKPD terkait dan Pansus yang hanya dihadiri oleh saya sebagai ketua, Imam Yahya dan Syarif, dari 10 anggota pansus,” sebut dr Doddy.
Pada tahapan finalisasi, pansus mengadakan kunjungan kerja komparasi ke Bandung. Setelah itu konsultasi ke Kemendagri bersama Sekda yang waktu itu Agus Mulyadi dan Tim Asistensi, ditemui oleh Dirjen Otda langsung.
Dirjen Otda mengapresiasi pembentukan perda ini, mengingat waktunya yang cukup singkat. Dan sebelum Tanggal 27 Desember 2023, perda ini harus sudah selesai. Karena Tanggal 2 Januari perda tersebut harus sudah dijalankan.
Sepulangnya dari Kemendagri, lanjut dr Doddy, digelar Rapat Paripurna DPRD. Namun paripurna itu belum masuk ke Perwal. Seperti contoh, di rumah sakit itemnya detilnya itu berubah untuk satuan nilainya.
Total sekitar ribuan item, yang tentunya tidak bisa dikejar oleh pansus untuk diselesaikan.
“Jadi untuk Perwal silahkan dibuat oleh Walikota, yang penting aturan persentasenya sudah diketok di pansus,” ungkapnya.
Nah, kata dr Doddy, paripurna perda ini pada awal tahun, ketika Azis-Eti masih menjabat Walikota dan Wakil Walikota sebelum lengser.
Untuk pembuatan Perwal pihaknya tidak ikut karena ranah eksekutif, walaupun ada report progresnya.
Terkait dengan permasalahan PBB yang terjadi saat ini, terakhir pihaknya rapat dengan Pj Walikota dan 900 wajib pajak pegang SPPT, diungkapkan Jumah SPPT itu sekitar 84 ribu SPPT, namun kenaikan tidak menyentuh masyarakat yang seharusnya tidak tersentuh, yang jumlahnya sekitar 76 ribu SPPT.
Sisanya yang masuk dalam 6 segmen sekitar 938 SPPT diatas kurang lebih nilainya 1 atau 2 miliar yang berubah.
“Yang mempermasalahkan kenaikan PBB ini yang 938 SPPT, karena penetapan NJOP nya oleh Pemkot. Kita bersama Tim Asistensi waktu itu hanya menetapkan pajak dari unsur pengali saja, seperti 0,2. 0,3 dan 0,5 persen,” imbuhnya.
Pengenaan PBB dengan pengali maksimal diberlakukan kepada wajib pajak seperti yang memiliki rumah di jalan protokol, hal ini menjadi proposional.
Namun, bukan saja nilainya yang dipermasalahkan, ruang untuk sosialisasi perda tersebut pendek waktunya. Sehingga tidak bisa mengeksplor permasalahan dibawah seperti apa.
Dan posisinya apakah muncul suatu inisiasi ini berbarengan dari pusat diakhir di Bulan September Oktober pihaknya belum tahu, tapi di pihaknya muncul pada Oktober.
Artinya bila merunut pada inisiasi perda ini, misalkan muncul suratnya di Bulan Januari 2023, itu permasalahannya di Pemkot kenapa munculnya inisiasi di Bulan Oktober.
Makanya, bila inisiasi ini muncul di awal 2023, pembahasannya akan maksimal.
“Jadi saya tidak tahu muncul perintah pembuatan perda itu dan muncul suratnya kapan,” katanya.
dr Doddy juga menjelaskan, naiknya NJOP ini berkaitan dengan ruang eksisting yang terjadi karena perubahan sosio geografis di Kota Cirebon sekarang.
Dan pertimbangan dan kajiannya ini adanya di Pemkot Cirebon. Tapi apakah kajiannya ada pada masa sebelum transisi atau setelah transisi, dirinya tidak mengetahuinya.
Namun, perda inisiasi dan kajiannya ini munculnya pada masa pemerintahan Azis-Eti.
Terkait wajib pajak yang merasa keberatan dengan PBB ini, dijelaskannya, mereka keberatan dengan pasal 9 dari Perda ini dengan pengalian 0,5 persen.
Dan pada waktu pertemuan dengan teman-teman, dijawabnya jangan hari ini membahas pasal. Karena pasal sudah dibuat di pansus.
“Pada waktu pembahasan di pansus mereka datang engga? Jangan hari ini menjadi sok pahlawan dengan mempersoalkan pasal, padahal di Komisi 2 didalamnya ada Nopel dan Watid serta Ketua Komisi 2 Karso. Karena saya Ketua Pansus dan dikejar deadline mau tak mau harus berjalan. Tim Asistensi Pak Arif tidak pernah absen dan dinas terkait dipanggil pasti datang. Jadi ini jangan merasa jadi ruang politik dengan mempersoalkan perda,” tegasnya.
Terkait Perwal, kebijakan Pemkot itu pasti mengikuti dinamika di lapangan. Masa harga tanah diturunkan atau tidak berubah itu kan tidak mungkin. Dengan PDRD ini Pemkot memiliki peluang mendapatkan PAD potensial.
dr Doddy mengapresiasi Pj Walikota yang memberikan relaksasi dan diskon, tinggal berdiskusilah yang 938 pemegang SPPT itu membuat bergaining komitmen.
Seperti meminta kepada Pemkot, karena menjadi pembayar PBB yang cukup besar, untuk diskon ini agar tidak berubah selama sekian tahun. Sambil wajib pajak tersebut berupaya memperbaiki kondisi usahanya.
“Bisa saja perda tersebut dicabut dengan inisiasi, kemudian langsung juga inisiasi pembuatan perda yang baru dan langsung berlaku. Karena perda ini merupakan paying hukum untuk menarik PBB. Sebelum ada perda baru, perda lama masih berlaku,” tuturnya. (Agus)