KAB. CIREBON, (FC).- Di tengah gencarnya gerakan ketahanan pangan yang digaungkan oleh Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto. Masih banyak petani di daerah yang menghadapi kendala serius. Salah satunya terjadi di Desa Beringin, Kecamatan Pangenan, Kabupaten Cirebon mengalami krisis air untuk lahan pertanian.
Sudah hampir lima tahun terakhir, para petani di Desa Beringin kesulitan mendapatkan air untuk mengairi sawah mereka. Masalah ini bermula sejak tahun 2020, ketika saluran irigasi utama di desa tersebut rusak akibat longsor Sungai Cimanis.
Kuwu Beringin, Agung Gunawan, kepada FC, Rabu (25/6/2025) menjelaskan, bahwa kondisi ini membuat petani setempat semakin sulit menjalankan aktivitas bertani, khususnya dalam menanam padi dan jagung.
“Di Desa Beringin ini, para petani kesulitan air karena saluran air yang biasanya dari Sungai Cimanis itu tertimbun longsor. Akibatnya, para petani terpaksa mencari alternatif lain seperti membuat sumur atau membeli air, itu pun dengan biaya yang jauh lebih besar,” paparnya.
Menurut Agung, dampak dari rusaknya saluran irigasi sudah dirasakan sejak tahun 2021. Meski sempat dibangun saluran darurat menggunakan pipa oleh PSDA Provinsi Jawa Barat, namun solusi tersebut hanya bertahan satu bulan karena kembali rusak diterjang banjir Sungai Cimanis.
“Kami sudah berkoordinasi dengan berbagai pihak terkait seperti BBWS, PSDA, dan Pemkab Cirebon. Bulan kemarin mereka sudah datang dan rencananya pembangunan perbaikan saluran ini akan dilakukan antara bulan Juli atau Agustus. Tapi semuanya masih menunggu instruksi dari atasan dan pusat,” jelasnya.
Agung berharap, perbaikan saluran irigasi ini bisa segera dilakukan agar para petani tidak semakin merugi. Mengingat mayoritas warga Desa Beringin menggantungkan hidup dari hasil pertanian.
“Kami sangat memohon kepada BBWS dan PSDA untuk segera memperbaiki atau minimal melakukan penanganan sementara. Karena rata-rata warga di sini petani, kalau air sulit, otomatis mereka juga kesulitan menanam padi dan jagung. Ini menyangkut ketahanan pangan masyarakat,” tegas Agung.
Pemerintah Desa Beringin terus mendorong dan berkoordinasi dengan pihak terkait agar percepatan perbaikan infrastruktur irigasi bisa segera terealisasi. Selain faktor ekonomi warga, kondisi ini juga selaras dengan upaya pemerintah pusat dalam menjaga ketahanan pangan nasional.
“Semoga pemerintah pusat dan provinsi bisa segera turun tangan dan mempercepat pembangunan saluran irigasi ini. Kalau tidak segera diatasi, bukan cuma petani yang rugi, tapi kita semua akan merasakan dampaknya,” harap Agung.
Sementara itu, Sekretaris Desa Beringin, Supriyadi menambahkan, bahwa untuk memenuhi kebutuhan air, para petani terpaksa membuat sumur bor dengan biaya sendiri. Mereka juga harus membeli mesin pompa untuk mengalirkan air ke sawah.
“Para petani membuat sumur bor, menggunakan mesin pompa, jadi pengeluaran mereka bertambah besar. Padahal hasil panen belum tentu bisa menutup biaya itu,” kata Supriyadi.
Supriyadi juga menjelaskan, saluran irigasi yang rusak tersebut bukan hanya untuk mengairi lahan pertanian di Desa Beringin saja, tetapi juga beberapa desa lain seperti Japura Bakti, Japura Kidul, dan Rawaurip.
“Sebelumnya di sepanjang bantaran Sungai Cimanis sudah ada sumur pompa bantuan dari BBWS, tapi semuanya rusak karena banjir besar yang melanda beberapa waktu lalu,” tuturnya.
Lebih lanjut, ia menyebutkan bahwa lahan pertanian di Desa Beringin cukup luas, dengan rincian sekitar 20 hektare untuk sawah padi, dan 30 hektare untuk tanaman jagung.
“Kami berharap perbaikan saluran air bisa dipercepat. Kalau dibiarkan terus seperti ini, ketahanan pangan masyarakat di wilayah kami bisa terancam. Bahkan bukan tidak mungkin para petani mengalami gagal panen,” tandas Supriyadi. (Nawawi)
Discussion about this post