KUNINGAN, (FC).- Di tengah gencarnya upaya penertiban tata ruang dan pembangunan berizin di Kabupaten Kuningan, justru muncul ironi di lapangan. Sebuah tower Base Transceiver Station (BTS) berdiri megah di Desa Muncangela, Kecamatan Cipicung, meski belum mengantongi Persetujuan Bangunan Gedung (PBG).
Pembangunan yang dilakukan tanpa dasar hukum itu kini menuai kritik tajam dari berbagai kalangan, terutama dari Masyarakat Peduli Kuningan (MPK). Warga setempat pun mengaku kecewa, karena sejak awal tahun 2025 mereka sudah menolak proyek tersebut, bahkan menegaskan kembali sikap penolakan dalam musyawarah desa pada 21 Agustus 2025.
Ketua MPK, Yusuf Dandy Asih, menyebut apa yang terjadi di Muncangela bukan sekedar kesalahan prosedur, melainkan bentuk nyata lemahnya sistem pengawasan pemerintah daerah.
“Bangunan sudah berdiri tanpa izin resmi. Ini bukan lagi kesalahan administratif, tapi bentuk pembiaran hukum yang tidak bisa ditoleransi,” ujarnya tegas, Rabu (5/11).
Sebelum berdiri di Dusun Puhun, tower tersebut sempat direncanakan di tiga lokasi lain yakni di tanah kas desa, di lahan milik warga, dan di tanah salah satu aparat desa di Dusun Pahing.
Namun, seluruh rencana itu gagal karena penolakan keras dari masyarakat. Fakta bahwa proyek tetap berlanjut di titik baru menunjukkan lemahnya kontrol dari tingkat desa hingga kabupaten.
“Kami melihat ini bukan kasus tunggal. Polanya berulang. Regulasi sudah ada, tapi implementasinya selalu mandek. Pemerintah terkesan tutup mata terhadap pelanggaran yang jelas-jelas terjadi di depan publik,” tambah Yusuf.
Koordinator aksi MPK, Komarudin, menyatakan warga siap menempuh langkah hukum dan menuntut agar bangunan tower tersebut segera ditertibkan.
“Kami sudah menolak sejak awal, tapi tower tetap dibangun. Ini pelanggaran terang-terangan terhadap kesepakatan warga dan aturan hukum. Kalau pemerintah diam, berarti ikut melegalkan pelanggaran,” ujarnya.
Secara hukum, keberadaan tower tanpa izin jelas bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung serta Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2021 yang menegaskan kewajiban setiap pembangunan memiliki izin PBG sebelum didirikan.
Kedua regulasi itu juga memberikan sanksi tegas berupa pembekuan, penghentian kegiatan, hingga pembongkaran bangunan tanpa izin sebagaimana diatur dalam Pasal 276 dan 281.
Lebih jauh, Peraturan Daerah Kabupaten Kuningan Nomor 2 Tahun 2013 memberi kewenangan kepada pemerintah daerah untuk menindak dan membongkar bangunan yang tidak memenuhi ketentuan perizinan.
Menurut MPK, diamnya pemerintah terhadap kasus ini sama saja dengan melanggar amanat konstitusi.
“Negara tidak boleh kalah oleh kepentingan korporasi. Kalau dibiarkan, ini akan jadi preseden buruk bagi tata kelola pemerintahan di Kuningan,” tegas Yusuf Dandy Asih. (Angga)











































































































Discussion about this post