MAJALENGKA, (FC).- Masyarakat tentunya sudah tidak asing dan sangat mengenal makanan kolang kaling. Cemilan yang kenyal berwarna putih transparan ini memiliki rasa menyegarkan, apalagi kalau dicampuri es batu, tentunya akan terasa lebih nikmat.
Berasal dari biji buah aren, namun siapa sangka kolang kaling yang setiap kita beli di pinggir jalan khususnya daerah pegunungan di Kabupaten Majalengka, dalam proses pengolahannya tak semudah yang kita bayangkan.
Desa Girimulya, Kecamatan Banjaran, Kabupaten Majalengka, dikenal sebagai salah satu desa sentra penghasil kolang kaling terbesar di Kabupaten Majalengka. Biasanya jelang bulan puasa, warga di sana sibuk memenuhi pesanan dari segala penjuru wilayah.
Bahkan untuk memenuhi target pesanan, si produsen kolang kaling, tak jarang menambah pekerja untuk membantu mereka memproduksi kolang kaling, mulai mengupas, merebus hingga memisah buah dari kulitnya.
Untuk mengolah biji buah aren menjadi kolang-kaling, para pria biasanya bertugas memetik buah aren dari pohon di perkebunan desa setempat. Sementara kaum wanita dan lansia yang mengolah hingga buah aren menjadi kolang-kaling.
Pekerja melakukan proses pemisahan buah dari tangkai pohon. Hal ini harus dilakukan dengan hati-hati karena jika terkena getah buah aren bisa menderita gatal-gatal.
Buah tersebut kemudian direbus sekitar 1 jam dalam sebuah drum untuk menghilangkan getahnya yang gatal.
Selanjutnya, buah aren direbus agar kulitnya yang bertekstur keras bisa lunak. Lalu dibelah menjadi dua untuk mengambil isinya yang sudah mengeras.
Cara pengambilan bijinya pun, hanya menggunakan gagang sendok dengan mencongkel isinya agar keluar.
Setelah itu, dipipihkan untuk mendapatkan tekstur kenyal. Sebelum dijual ke pengepul, kolang kaling harus kembali direndam selama tiga hari.
“Memang kami masih menjaga tradisi dengan mengolahnya sederhana atau manual,” ujar Abdullah salah satu perajin kolang-kaling di Desa Girimulya, Kamis (24/10).
Sementara itu, Abdullah biasanya menjual kolang-kaling seharga Rp 9 ribu per kilogram (kg) pada hari biasa. Namun kalau memasuki bulan Ramadan harga jual akan sedikit ada kenaikan, menjadi Rp 12.000.
“Bergantung permintaan, kalau Ramadan permintaan naik. Otomatis, karena perlu tenaga pekerja tambahan untuk membayar mereka kita naikkan harga jualnya,” ucapnya.
Dalam sehari atau sudah satu minggu terakhir ini, Abdullah bersama 2 anggota keluarganya bisa memproduksi 1 ton kolang-kaling.
“Sehari bisa produksi 1 ton, tapi kalau jelang bulan puasa pesanan bisa sampai 2 ton per hari,” ujar dia.
Abdullah menjelaskan, penjualan kolang kaling tersebut bisa tembus sampai ke luar kota, di antaranya Bekasi, Cirebon juga Kuningan.
“Selain dijual di sini, ada juga yang dikirim. Banyak yang datang langsung untuk membeli kolang kaling ini,” katanya.
Lebih jauh pria paruh baya itu menyampaikan, bahwa bahan baku buah aren didapat dari sejumlah wilayah, antara lain Ciamis, Tasik maupun Pangandaran.
Buah aren itu kemudian dikupas dan diolah menjadi kolang-kaling yang siap dijadikan pelengkap takjil buka puasa.
Dalam proses pengupasan kulit buah, Abdullah biasa dibantu oleh anggota keluarganya maupun dari masyarakat sekitar.
“Sama keluarga aja kalau pesanan lagi meningkat seperti ini, seperti layaknya kerja, mereka diberi upah seribu per kilo untuk mengupas buahnya,” ujarnya.
Untuk mempermudah proses pengupasan, buah aren terlebih dahulu direbus dalam air panas. Setelah dikupas dan dibersihkan, kolang-kaling tersebut direndam dalam wadah berisi air bersih.
Selanjutnya, kolang-kaling siap dipasarkan ke konsumen dengan harga di hari biasa berkisar Rp 9 ribu per kilogramnya, namun kalau jelan bulan puasa maka harganya pun bisa naik. (Muandi)
Discussion about this post