KUNINGAN, (FC).- Isu perempuan dan anak di Kabupaten Kuningan masih minim perhatian. Hal tersebut bahkan tidak tertulis secara khusus di dalam visi dan misi para Calon Bupati dan Wakil Bupati Kuningan Periode 2024-2029. Hal itu disayangkan oleh sosok akademisi Kuningan, Sopandi.
Sopandi yang merupakan seorang Dosen di Unisa Al Ihya Kuningan menyampaikan abstainnya perhatian terhadap kaum perempuan dalam visi misi tersebut harus menjadi pertanyaan besar mengingat persoalan yang dialami perempuan dan anak di Kabupaten Kuningan tidak kalah kompleks dan memprihatinkan dari persoalan laki-laki.
Disebutkan Sopandi, masih banyak ditemukan tindakan-tindakan kekerasan dalam rumah tangga, pelecehan seksual terhadap anak, kematian ibu dan anak, pernikahan dini atau nikah di bawah umur, ketidakadilan terhadap pekerja rumah tangga, dan sejenisnya.
“Persoalan-persoalan tersebut sejatinya menjadi perhatian serius dalam rangka mendukung masyarakat sejahtera atau apa saja yang menjadi tagline para kandidat dalam Pilkada tahun ini,” ujar Sopandi.
Perempuan, menurut Sopandi, tidak bisa dilepaskan dari konteks pembangunan daerah dan bangsa. Generasi-generasi unggul yang tumbuh di setiap masa dibentuk oleh perempuan-perempuan hebat. Perempuan atau secara khusus ibu adalah madrasah pertama bagi setiap generasi.
“Karena itu, tidak besar artinya pendapatan daerah, kemajuan ekonomi, wisata berbasis seni, jika perempuan-perempuan di setiap keluarga masih terancam dan belum terlindungi hak dan keamanannya,” ungkap Sopandi.
Kemudian, masih kata Sopandi, diskriminasi dan kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kabupaten Kuningan harus menjadi perhatian serius para pemimpin masa depan.
Angka kasusnya yang masih tinggi harus disikapi supaya bisa dihentikan atau paling tidak diminimalisir.
“Kuningan sebagai Kabupaten Ramah Anak harus benar-benar dirasakan dan dibuktikan. Bukan sebatas simbol atau pengakuan administratif,” ujar Sopandi
Begitupun dengan persoalan lainnya, tambah Sopandi, seperti status pekerjaan rumah tangga yang tidak sedikit dilakoni para perempuan Kuningan harus diperjelas statusnya.
Jangan sampai ketidakadilan mengancam dan terjadi di bawah keterpaksaan karena kebutuhan ekonomi yang mencekik dan kesulitan mencari pekerjaan.
“Bahkan perdagangan perempuan dan anak harus disudahi. Perkawinan dini dan kesehatan seks atau reproduksi harus menjadi langkah utama perlindungan perempuan. Jangan dipandang sebelah mata jika ternyata angka penderita HIV/AIDS yang banyak dialami ibu rumah tangga bagian dari dampak minimnya perlindungan terhadap perempuan,” jelas Sopandi
Jadi, menurut Sopandi, persoalan yang menimpa ibu dan anak bagaikan gunung es, hanya sebagian kecil saja yang lapor dan mendapat penanganan dari penegak hukum.
Fakta di lapangan masih sangat memprihatinkan, karena banyak yang enggan melapor.
Karena itu, Sopandi beharap, Pilkada tahun ini adalah momentum kaum perempuan untuk bangkit dan menentukan nasibnya di masa depan.
Apalagi, menurut Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Kuningan, jumlah pemilih perempuan hampir sama dengan jumlah pemilih laki-laki. Antara keduanya hanya selisih 8.044 yaitu laki-laki 450.002 sedangkan perempuan 441.958 pemilih.
“Jumlah pemilih perempuan yang tidak jauh berbeda dari laki-laki semestinya menjadi daya gerak yang mengubah tatanan kehidupan kaum perempuan yang lebih adil dan aman. Bahkan, momentum ini harus bisa menggeser paradigma patriarki yang tampak masih melekat, baik dalam visi misi calon bupati maupun kehidupan masyarakat,” ungkap Sopandi.
Harapan besarnya, dikatakan Sopandi, walaupun tidak tertuang secara tertulis dalam visi misi, bagi Sopandi, isu perempuan dan anak bisa mendapat perhatian serius semua Paslon, terutama Paslon yang ada keterwakilan perempuan.
“Jangan sampai kehadiran atau keterwakilan perempuan hanya sebagai pelengkap yang tidak berdampak positif bagi kesetaraan gender,” kata Sopandi. (Ali)