INDRAMAYU, (FC).- DPC PDI Perjuangan Kabupaten Indramayu menggelar syukuran dalam momentum HUT PDI Perjuangan ke-52 tahun dengan tema ‘Satyam Eva Jayate’ dengan subtema ‘Api Perjuangan yang Tak Pernah Padam’, yang diselenggarakan di Kantor DPC PDI Perjuangan Indramayu, Minggu (12/1).
Dalam kegiatan tersebut, dihadiri pengurus DPC PDI Perjuangan Indramayu, Ketua Sekretaris dan Bendahara PAC PDI Perjuangan se-Kabupaten Indramayu, Badan dan Sayap PDI Perjuangan Indramayu, Fraksi PDI Perjuangan DPRD Indramayu, kader dan simpatisan PDI Perjuangan Indramayu.
Sekretaris DPC PDI Perjuangan Indramayu, Sahali mengatakan, kader PDI Perjuangan Indramayu membubuhkan cap jempol darah saat HUT PDI Perjuangan Ke-52.
Hal ini sebagai bukti loyalitas kader kepada Ketum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri.
Selain itu, anggota fraksi PDI Perjuangan DPRD Indramayu juga melakukan orasi politik atau mimbar demokrasi di panggung.
Mereka menyuarakan dukungan untuk Hasto Kristiyanto yang kini dijadikan tersangka oleh KPK.
Mantan Ketua DPC Banteng Muda Indonesia (BMI) Kabupaten Indramayu ini menilai, ada upaya kriminalisasi kepada Hasto dan upaya menggulingkan PDI Perjuangan dalam perkara tersebut.
“Terkait kasus pak Sekjen (Hasto,red) kita prihatin karena melihat adanya ketidakadilan dalam upaya hukum karena pak Sekjen diperiksa dengan kasus yang sudah 5 tahun sudah inkrah,” terangnya
Oleh karenanya, lanjut Sahali, wajar jika pihaknya berpandangan adanya upaya kriminalisasi yang dilakukan oleh oknum tertentu dalam kasus tersebut.
Ia menegaskan, DPC PDI Perjuangan Indramayu sendiri akan mendukung Hasto dalam kasus itu. Untuk saat ini, kata Sahali, masih menunggu instruksi lebih lanjut dari DPP untuk sikap selanjutnya.
“Kami akan terus support Sekjen kita bersama-sama dan kita menuntut kepada KPK untuk melakukan tindakan secara fair dan karena kita juga menduga adanya kriminalisasi maka kita meminta KPK bersih dari politisasi APH,” tandasnya
Ia menyampaikan, para kader di Indramayu juga menyuarakan dukungannya kepada Megawati. Kader dan pengurus satu komando dan tegak lurus kepada Megawati Soekarnoputri.
Hal tersebut ditandai dengan sukarelanya para kader membubuhkan cap darah pada kain putih yang sudah disiapkan.
“Harapan di HUT PDI Perjuangan Ke-52 ini bangsa Indonesia dapat menjunjung tinggi demokrasi dan keadilan dan seluruh APH apalagi presiden yang baru saya kira juga bersepakat untuk menjunjung tinggi nilai-nilai kebangsaan, demokrasi, dan keadilan di Indonesia,” pungkasnya
Dalam mimbar demokrasi, Sekretaris DPC PDI Perjuangan Indramayu Sahali yang berlatar belakang aktivis itu mengulas sejarah PDI Perjuangan dapat dirunut mulai dari Partai Nasional Indonesia (PNI) yang didirikan oleh Ir Soekarno pada 4 Juli 1927.
PNI bergabung dengan Partai Musyawarah Rakyat Banyak (Partai Murba), Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI), Partai Kristen Indonesia (Parkindo) dan Partai Katolik. Partai gabungan tersebut kemudian dinamakan Partai Demokrasi Indonesia (PDI) pada 10 Januari 1973.
Sejak awal terbentuk, konflik internal PDI terus terjadi dan diperparah dengan adanya intervensi dari pemerintah.
Untuk mengatasi konflik tersebut, anak kedua dari Ir Soekarno, Megawati Sukarnoputri didukung untuk menjadi ketua umum (Ketum) PDI.
Akan tetapi, pada pemerintahan Suharto tidak menyetujui dukungan tersebut kemudian menerbitkan larangan mendukung pencalonan Megawati Sukarnoputri dalam Kongres Luar Biasa (KLB) pada 2-6 Desember 1993 di Asrama Haji Sukolilo, Surabaya, Jawa Timur.
Larangan tersebut berbanding terbalik dengan keinginan peserta KLB, kemudian secara de facto Megawati Sukarnoputri dinobatkan sebagai ketum DPP PDI periode 1993-1998.
Sampai pada Musyawarah Nasional (Munas) 22-23 Desember 1993 di Jakarta, Megawati Soekarnoputri dikukuhkan sebagai Ketum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDI secara de jure.
Konflik internal PDI terus terjadi hingga diadakan Kongres pada 22-23 Juni 1996 di Asrama Haji Medan.
Pada 20 Juni 1996 para pendukung Megawati Soekarnoputri melakukan unjuk rasa hingga bentrok dengan aparat keamanan yang menjaga kongres.
Kemudian pada 15 Juli 1996 pemerintah Soeharto mengukuhkan Suryadi sebagai Ketum DPP PDI.
Akhirnya pada 27 Juli 1996 pendukung Megawati Sukarnoputri menggelar Mimbar Demokrasi di halaman kantor DPP PDI, Jalan Diponegoro Nomor 58, Jakarta Pusat.
Kemudian muncul rombongan berkaus merah kubu Suryadi. Hal ini pun memicu terjadinya bentrokan dengan kubu Megawati Soekarnoputri.
Peristiwa tersebut dikenal dengan Kerusuhan Dua Puluh Tujuh Juli atau disingkat menjadi Peristiwa Kudatuli.
Setelah peristiwa tersebut, PDI di bawah pimpinan Suryadi hanya memperoleh 11 kursi DPR. Karena pemerintahan Soeharto lengser pada reformasi 1998, PDI di bawah pimpinan Megawati Soekarnoputri semakin kuat, dan ditetapkan sebagai ketum DPP PDI periode 1998-2003 pada Kongres ke-V di Denpasar, Bali.
Megawati Sukarnoputri kemudian mengubah nama PDI menjadi PDI Perjuangan pada 1 Februari 1999 agar dapat mengikuti pemilu.
Nama tersebut disahkan oleh Notaris Rahmat Syamsul Rizal dan kemudian dideklarasikan pada 14 Februari 1999 di Istora Senayan, Jakarta.
PDI Perjuangan (PDIP) melakukan Kongres I pada 27 Maret-1 April 2000 di Hotel Patra Jasa, Semarang, Jawa Tengah.
Kongres tersebut menghasilkan keputusan Megawati Sukarnoputri sebagai Ketum DPP PDIP periode 2000-2005.
Pada Kongres IV PDIP di Bali pada 8-12 April 2015, Megawati Soekarnoputri kembali dikukuhkan sebagai Ketum PDIP periode 2015-2020
Hal tersebut Ia sampaikan dihadapan ratusan kader PDI Perjuangan Kabupaten Indramayu sebagai refleksi dan catatan sejarah yang harus diketahui kader banteng moncong putih. (Agus Sugianto)
Discussion about this post