MAJALENGKA,(FC), – Warga kedua blok di Desa Pangkalan Pari Kecamatan Jatitujuh, yakni Blok Sigarkupat dan Blok Karangturi menolak dengan keras rencana pembongkaran jembatan yang melintas di atas sungai Cipelang.
Karena jembatan yang dulunya dibangun secara gotong royong dan di beri nama jembatan Mang Nanta itu adalah satu satunya akses terdekat sebagai penghubung antar blok di desa setempat.
Rencana pembongkaran jembatan oleh konsorsium tersebut, mencuat sering pembangunan Mega proyek BBWS, yang membangun saluran sungai Cipelang dari induk Bendung Rentang hingga wilayah Kabupaten Indramayu.
Buntut dari rencana pembongkaran jembatan tersebut maka penolakan warga di Desa Pangkalan Pari khususnya kedua Blok semakin menguat.
Bahkan belum lama ini warga Blok Sigarkupat telah menggelar musyawarah pada Selasa (5/9) kemarin dan sepakat menolak keras pembongkaran jembatan.
Namun andai terpaksa harus di bongkar warga tidak keberatan dengan catatan harus dibangun kembali di titik tersebut dengan yang lebih permanen.
Karena jembatan tersebut akses sangat penting dan punya sejarah yang historis saat dibangunnya itu.
Penolakan pembongkaran jembatan disuarakan oleh seorang tokoh masyarakat Blok Sigarkupat Desa Pangkalan Pari, Mukasan.
Dirinya atas nama masyarakat setempat sangat mendukung pembangunan. Namun dalam pembangunan itu sendiri harus bisa memberikan rasa keadilan bagi masyarakat menyeluruh.
Jangan sampai satu sisi membangun prasarana pengairan agar warga indramayu tercukupi, tapi justru wilayah induk seperti jembatan di Blok Sigarkupat di bongkar tanpa dibangun kembali.
Masih dikatakannya, membangun itu harus berkeadilan menyeluruh jangan menguntungkan sekelompok masyarakat.
“Kami minta pemerintah harus adil, jangan sampai disisi lain membangun tapi justru disisi lain meninggalkan permasalahan,” ujar Mukasan kepada FC, Kamis (14/9).
Dari itu kata Mukasan, warga di Blok Sigarkupat sepakat menolak dengan keras pembongkaran jembatan yang sudah puluhan tahun menjadi akses penghubung.
“Warga di sini sepakat, silakan di bongkar asal kembali dibangun secara permanen, kalau tidak warga di sini tetap menolak dan siap pasang badan untuk mempertahankannya,” pungkasnya dengan nada yang berapi-api.
Nada yang sama disampaikan Kades Pangkalan Pari, Darum, dirinya mendukung sikap warga yang mempertahankan keberadaan jembatan Mang Nanta.
Penolakan pembongkaran itu sendiri bukan bentuk pembangkangan terhadap pembangunan mega proyek BBWS.
Namun lebih dari menuntut keadilan dan pemerataan dalam pembangunan.
Dikatakan Kades Darum, rencana pembongkaran jembatan oleh konsorsium itu disinyalir agar aliran air ke wilayah Indramayu lebih optimal dan tidak tersendat. Namun di wilayah Indramayu itu sendiri jembatan yang melintas di atas Sungai Cipelang cukup banyak.
Namun kenapa satu jembatan di Blok Sigarkupat dipermasalahkan dan harus di bongkar.
“Kami ini berada di wilayah induk aliran sungai, dan selama ini kami sangat mendukung pembangunan dan tak pernah mengganggu akan kebutuhan pasokan air bagi petani Indramayu. Jadi rasanya tidak adil andai demi mencukupi kebutuhan air petani di wilayah Indramayu harus mengorbankan masyarakat kami, dengan rencana akan membongkar akses penghubung di desa kami,” tegas Kades Darum.
Dari itu Kades Darum meminta kebijakan kepada pemerintah dalam hal ini BBWS melalui konsorsium nya, mencari jalan tengah yang adil yakni andai jembatan di Blok Sigarkupat di bongkar, harus kembali dibangun yang lebih permanen, bahkan bisa lebih ditinggikan.
Sehingga aliran air ke Indramayu tidak terganggu, tapi akses penghubung juga tetap dipertahankan.
“Dengan cara ini maka prinsip pembangunan berkeadilan bagi seluruh rakyat Indonesia benar benar terwujud,” pungkas Kades Darum. (Munadi)