KAB. CIREBON, (FC).- Tumpang tindih regulasi diduga menjadi salah satu penyebab minimnya pendapatan asli daerah (PAD) dari sektor pajak parkir.
Pasalnya dari segi penarikan, apakah masuk retribusi atau pajak parkir.
Terlebih lagi masih banyak lahan-lahan atau potensi parkir yang belum tersentuh, dan apalagi masih ada parkir liar di sejumlah titik dengan jumlah yang tidak sedikit.
Kepala Dinas Perhubungan Kabupaten Cirebon, Imam Ustadi melalui Kepala Bidang Prasarana, Hilman Firmansyah mengatakan, saat ini persoalan pajak dan retribusi parkir memang harus dibenahi, karena dalam retribusi parkir itu ada dua tujuan, yakni parkir bongkar muat dan penumpang.
Kedua hal itu yang harus diperbaiki sehingga potensi PAD melalui retribusi dan pajak parkir bisa optimal.
Kabupaten Cirebon yang kini mulai menjelma menjadi wilayah industri, dikatakan Hilman membuat potensi PAD jadi lebih banyak lagi seperti contohnya aktifitas bongkar muat.
“Memang dibutuhkan political will, regulasi juga perlu diatur agar tidak berhadapan dengan wilayah hukum lain,” katanya, Senin (15/11).
Untuk menunjang pengoptimalan PAD melalui retribusi dan pajak parkir, disebutnya saat ini pihaknya sedang menyusun Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) dan dirinya berharap pada tahun 2022 bisa dapat disahkan oleh DPRD.
“Kenapa Perda itu keluarnya lama? Karena kita sedang menyesuaikan dimana ada perubahan UU Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan ada PP Nomor 30 tahun 2021 dan ini perlu disikapi agar daerah bisa optimalkan potensi parkir,” terangnya.
Jika dihitung secara kasar, potensi aktivitas bongkar muat bisa capai Rp14 miliar dari retribusi dan pajak parkir.
Namun secara regulasi daerah, belum ada ketentuan antara pajak dan retribusi sehingga selama regulasi yang saat ini digunakan dirasa tumpang tindih karena parkir banyak dikelola oleh lintas SKPD.
“Saya kasih contoh, bila Bapenda menarik pajak seharusnya objek pajak pun harus tercatat. Tapi harus kami yang menentukan objek pajak agar terukur target pajaknya, jika dibayar hanya cuma-cuma hal itu bukan pajak melainkan sodaqoh karena pajak ada batasan ketentuan,” ungkapnya.
Saat ini PAD dari retribusi parkir yang pihaknya dapatkan sebesar Rp270 juta per tahun. Dijelaskannya, potensi retribusi parkir di bahu jalan seharusnya bisa mencapai Rp 2-3 miliar bilamana disematkan dengan regulasi yang jelas dan tidak tumpang tindih.
“Kalau sesuai pemetaan paling besar potensi PAD dari parkir itu ada di Sumber jalan Dewi Sartika, jalan Tuparev, Ciledug, Cipeujeuh dan diwilayah lainnya,” tukasnya. (Ghofar)














































































































Discussion about this post