MAJALENGKA, (FC).- Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Majalengka turun tangan menengahi konflik tanah di Desa Salawana, Kecamatan Dawuan, Kabupaten Majalengka yang muncul telah bersertifikat atas nama TNI-AU.
Padahal menurut informasi yang diterima, warga desa tersebut belum pernah menyetujui adanya penyertifikatan yang kini telah terjadi. Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Gedung DPRD, para legislator di Komisi I itu mengundang sejumlah pihak terkait.
Mereka, yakni ATR/BPN Majalengka, Danlanud Sugiri Sukani, Camat Dawuan, Kepala BPD Desa Salawana, Kabag Tapem Setda Majalengka dan Kabag Hukum Setda Majalengka. Para pihak tersebut dianggap memiliki andil dengan harapan bisa memberikan klarifikasi berdasarkan kapasitas masing-masing.
Wakil Ketua DPRD Majalengka, Asep Eka Mulyana mengatakan, rapat tersebut merupakan tindak lanjut dari aduan yang diterimanya terkait informasi telah terjadi penyertifikatan tanah di Desa Salawana. Sejumlah pihak pun diundang untuk memberikan klarifikasi berdasarkan kapasitas masing-masing.
“Pada hari ini (kemarin,-red), DPRD Majalengka khususnya Komisi I DPRD, telah mengundang Danlanud Sugiri Sukani, kemudian kepala BPN ATR Kantor Majalengka, kemudian Camat Dawuan, kemudian Kabag Tapem dan Kabag Hukum sekaligus BPD Desa Salawana sebagai pengadu dalam hal ini. Karena mereka minggu lalu menyampaikan aduan kepada DPRD terkait dengan mis informasi bahwa ada penyertifikatan tanah di wilayah Desa Salawana,” ujar Asep kepada wartawan, Kamis (12/1).
Dalam pelaksanaannya, DPRD Majalengka pun telah mengarahkan para pihak terkait untuk melakukan apa yang harus diselesaikan. Khususnya, bagi pemerintah daerah agar bisa melakukan sosialisasi perihal hal ini.
“Kami cermati, titik persoalan, pengaduan yang kita terima minggu lalu, pertama terkait BPD Desa Salawana mempertanyakan yang pertama terkait dengan proses pengunduran diri kepala desa. Pengunduran kepala desa ini dipicu oleh terjadinya penyertifikatan yang diduga disetujui oleh kepala desa,” ucapnya.
Sehingga untuk menengahi persoalan tersebut, jelas dia, pihaknya dalam waktu dekat akan kembali memanggil sejumlah pihak yang masih diperlukan memberikan kejelasan. Salah satunya, kepala desa itu sendiri.
Sementara, Sekretaris Komisi I DPRD Majalengka, Dasim Raden Pamungkas menyampaikan, pihaknya juga memberikan saran agar pemerintah daerah dalam hal ini diwakili Kabag Tapem, Kabag Hukum dan Camat untuk bisa mengajak ATR/BPN melakukan sosialisasi tentang sertifikasi tanah tersebut kepada masyarakat Desa Salawana.
“Silakan Pemda mengajak BPN untuk memberikan keterangan kondisi terkini tanah yang sudah bersertifikat Sertifikat Hak Pakai (SHP) TNI-AU,” jelas Dasim.
Informasi yang berhasil dihimpun juga menyebutkan, bahwa konflik tersebut bermula saat bulan November 2022 lalu, yang mana warga Desa Salawana dibuat kaget munculnya sertifikat tanah atas nama Danlanud Sugiri Sukani.
Padahal, sejak bertahun-tahun lamanya atau telah berpuluh kali pergantian seorang kepala desa, tidak ada satu pun warga yang memberikan izin tanda tangan untuk pengajuan penyertifikatan tanah tersebut.
Usut punya usut, tanda tangan diduga dilakukan oleh sang Kepala Desa Salawana itu sendiri. Sehingga, pada bulan yang sama, masyarakat desa tersebut menggeruduk kantor balai desa untuk meminta sang kepala desa mundur dari jabatannya. Selain itu, kepala desa juga diminta membatalkan pembuatan sertifikat tanah tersebut. (Munadi)
Discussion about this post