MAJALENGKA, (FC).- Antrean panjang kendaraan bermotor untuk mengisi Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi, nyaris terjadi di setiap Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di seluruh penjuru tanah air.
Deretan kendaraan sendiri mulai terlihat sejak pemerintah menaikkan tarif BBM pada 3 September 2022 lalu hingga saat ini. Kondisi itu pula dirasakan para pengguna kendaraan yang tinggal di Kabupaten Majalengka.
Dari hasil pantauan di setiap SPBU, antrean panjang dapat terlihat setiap waktu. Baik pagi maupun malam hari. Khususnya antrean pada jalur Pertalite yang didominasi sepeda motor.
Bahkan jika dalam kondisi sangat ramai, kendaraan mengular hingga ke jalan raya. Namun untuk jalur Pertamax terbilang sepi dan hanya beberapa kendaraan yang terlihat mengisi BBM.
Keluhan antrean sendiri seperti diungkapkan Jejep Falahul Alam, warga Kecamatan Cigasong Kabupaten Majalengka.
Pria yang bekerja sebagai karyawan swasta ini mengaku merasa kesal saat mengisi BBM ketika harus mengantri lama.
Akibatnya, ia terkadang merasa uringan-uringan, karena situasi semacam ini tak pernah terjadi kendati harga BBM sudah dinaikan pemerintah.
“Kalau satu hari setiap pemerintah menaikkan harga BBM, itu biasa antrian panjang terjadi di mana-mana. Ini mah, harga sudah naik, tapi di semua SPBU tetap saja nunggu. Dan ini bukan hanya terjadi pada siang hari, malam hari pun sama,” cetus Jejep saat mengantri mengisi pertalite di SPBU 33.454.11 di Jl. Cigasong-Majalengka, Senin (15/11).
Ungkapan serupa dikatakan sopir angkutan umum jurusan Majalengka-Kadipaten, Hasanudin. Ia mengeluhkan antrean yang panjang hingga membuat aktivitasnya mencari nafkah menjadi terhambat.
“Memang antrian mobil tidak separah antrian motor.Tapi kalau setiap hari terjadi semacam ini jelas merugikan,” katanya saat ditemui tengah mengantre BBM di SPBU Jl. KH Abdul Halim Kota Majalengka.
Salah seorang petugas SPBU 33.454.04 di Jl.Cigasong Majalengka, Aef Saefudin membenarkan bahwa saat ini kerap terjadi antrean saat mengisi BBM bersubsidi baik pagi, siang maupun malam hari.
Salah satu penyebab antrean panjang karena adanya pencatatan nomor kendaraan dengan memakai mesin elektronik berukuran kecil.
Hal ini sejalan dengan kebijakan yang dilakukan Pertamina. Namun bagi konsumen pengguna kendaraan BBM non subsidi tidak ada antrian panjang.
“Waktu yang dibutuhkan untuk mencatat plat nomor dan mengisi BBM setiap kendaraan paling lama 5 menit. Tapi kalau mesinnya sedang ada gangguan, bisa lama hingga antrean semakin panjang,” kata dia, di sela melayani pengguna kendaraan yang mengantri BBM bersubsidi.
Terpisah, Ketua DPRD Kabupaten Majalengka Edy Anas Djunaedi sebagai wakil rakyat mengaku kerap mendapatkan keluhan dari masyarakat terkait antrean panjang di setiap SPBU.
Penyebabnya karena adanya pembelian konsumen dalam rentang waktu yang bersamaan. Agar persoalan itu bisa diminimalisir, pihak SPBU harus memprioritaskan pelayanan kendaraan roda dua, yang jumlahnya jauh lebih banyak.
“Solusinya dibuat dua jalur untuk pengisian BBM nonsubsidi. Kan sekarang mah baru satu jalur, sehingga antrean panjang,” ucapnya.
Jalan keluar lainnya, kata dia, bisa dengan cara mengganti selang nozle pada dispenser SPBU yang lebih panjang. Termasuk memperbanyak dispenser SPBU bersubsidi untuk kendaraan roda dua.
“Karena faktanya, antrean panjang itu didominasi sepeda motor, yang jumlah jauh lebih banyak dari mobil,” katanya.
Langkah lainnya, lanjut dia, model dispenser SPBU agar bisa dimodernisasi sehingga proses pengisian tidak memerlukan waktu yang lebih lama.
“Misal untuk pengisian 80 liter cukup dilakukan dalam waktu 3 menit, kan itu lebih cepat,” bebernya.
Pembatasan konsumsi BBM juga sebaiknya dipertegas dengan sejumlah syarat. Misalnya, lanjut Anas, hanya untuk kendaraaan 1400 CC. Atau pajak kendaraan lunas atau kendaraan yang tidak bermasalah dengan menunjukkan STNK.
Selain itu pula, terkait penggunaan aplikasi Mypertamina, harus diakui bila saat ini program Mypertamina masih tersendat, dan masih banyak menemukan kendala.
Oleh sebab itu, saat mengisi BBM seharusnya bukan berdasarkan pemilik kendaraan, tapi berdasarkan nomor kendaraan. Karena satu orang itu bisa memiliki lebih dari satu kendaraan. Dan itu bisa saja celah terjadinya penimbunan.
“Nanti kalau berdasarkan Nopol kendaraan, My pertamina bisa bekerjasama dengan Samsat, untuk mengontrol konsumsi BBM tiap kendaraan. Sehingga bisa melacak tingkat konsumsi BBM bersubsidi tiap kendaraan.
Jika melebihi quota, maka akan terdengar arm peringatan di perangkat SPBU. Dengan demikian tidak diperlukan giat pencatatan,” sarannya.
Terpisah, Ketua Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia ICMI Kabupaten Majalengka H.Diding Badjuri, ketika diminta tanggapanya terkait penyaluran BBM bersubsidi tidak tepat sasaran. Dosen Pasca Sarjana Universitas Majalengka ini, menyampaikan jika dirinya pernah mengikuti webinar terkait dampak kenaikan BBM dan penyaluran yang tidak tepat sasaran.
Menurut dia, dari hasil pertemuan itu merekomendasikan kepada pemerintah agar segera menerapkan skema pembatasan pembelian BBM khususnya BBM jenis Pertalite dan Solar Subsidi.
Hal ini dilakukan agar pemakaian subsidi BBM oleh pemerintah tidak terus membengkak. Karena pada faktanya BBM itu tidak tepat sasaran. Karena subsidi untuk solar yang beredar di pasar, nyaris 89 persennya dinikmati oleh dunia usaha.
Sedangkan jenis BBM Pertalite subsidinya dinikmati 86 persen kalangan mampu. Akibatnya, kuota BBM bersubsidi terus tersedot dan berimplikasi pada bertambahnya anggaran subsidi dari pemerintah.
Melihat kondisi tersebut, lanjut dia, diperlukan pengawasan penyaluran BBM subsidi diperkuat kembali. Salah satunya melibatkan personel TNI/Polri di setiap SPBU. Hal itu dimaksudkan agar tidak terjadi kasus penimbunan BBM subsidi.
“Selain itu pula, pemerintah dalam hal ini BPH Migas, harus mempercepat skema penyaluran subsidi BBM dalam revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191/2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak melalui dua hal,” jelasnya.
Bukan hanya itu, pihaknya juga menyarankan agar pemerintah atau Pertamina mengintegrasikan NIK dan NPWP penerima. Dengan begitu, terlihat kelompok ekonomi orang yang bersangkutan. Atau memanfaatkan aplikasi MyPertamina yang memuat data nama, alamat, NIK, dan jenis kendaraan yang dimiliki.
“BPH Migas juga perlu bekerja sama dengan Pemerintah Daerah. Hal itu mengingat jumlah pegawai BPH Migas yang tidak sebanding dengan jumlah SPBU di Indonesia,” jelasnya. (Munadi)
Discussion about this post