MAJALENGKA, (FC).- Sebuah perkampungan di Blok Tarikolot, Desa Sidamukti, Kecamatan Majalengka, Kabupaten Majalengka saat ini nyaris tidak ada kehidupan sama sekali.
Puluhan rumah yang terdapat di blok tersebut ditinggal oleh para penghuninya.
Bukan tanpa alasan, warga setempat ketakutan adanya bencana pergerakan tanah yang sudah beberapa kali terjadi di desa yang terdapat wisata Paralayang tersebut.
Bencana pergerakan tanah yang mengakibatkan longsor pernah terjadi beberapa tahun lalu mengakibatkan rusaknya puluhan rumah.
Sampai saat ini bencana tersebut masih mengancam rumah yang berada dibawahnya. Hal itu juga mengakibatkan banyak masyarakat menyebut wilayah itu dengan sebutan “Kampung Mati”.
Pantauan awak media di lokasi, jumlah binatang seperti anjing maupun ayam lebih banyak terlihat dibanding adanya kehidupan manusia.
Ketika memasuki area kampung tersebut juga terkesan menyeramkan dan angker. Jalan yang berlumpur ditambah suara khas hewan hutan tampak terus terngiang.
Bangunan rumah juga banyak tampak terbengkalai. Kesan kotor dan kumuh menambah rasa angker di area tersebut.
Sementara, pintu-pintu rumah dan jendela telah dimakan rayap. Jendelanya terbuka dan baut engselnya sudah banyak yang lepas. Adapun, cat-cat dindingnya mengelupas buram.
Salah satu warga yang baru pindah empat bulan lalu, Rusdiyana (54). Dia menceritakan, karena tidak memiliki biaya menjadi alasan dirinya beserta istri terpaksa kembali ke Blok Tarikolot.
Ia juga mengaku tidak memiliki kerabat atau saudara yang ingin menampung dirinya. “Ya gimana ya, mau pindah sebenarnya. Tapi tidak punya biaya untuk membeli rumah atau sewa,” ujar Rusdiyana saat ditemui, Senin (1/2).
Soal adanya bencana pergerakan tanah, ia beralasan, rumahnya juga berada di tempat datar. Tidak seperti rumah tetangganya yang berada lebih atas atau dekat dengan tebing.
“Ini rumah saya. Lagi pula rumah ini berada di tempat datar, tak seperti rumah lainnya yang berada di tanah miring,” ucapnya.
Dalam penuturannya, Rusdiyana bersama sang istri baru menempati rumah tersebut empat bulan yang lalu. Hanya saja mereka berdua, enggan menjelaskan ihwal detail maupun kronologi alasan menempati rumah itu.
“Kalau yang lain sudah pada pindah ke tempat relokasi di Blok Awi Lega,” jelas dia.
Lima puluh meter dari rumah Rusdiyana, tampak sejumlah warga lain yang mayoritas ibu-ibu sudah sepuh sedang beraktivitas.
Dua perempuan paruh baya itu terlihat tengah beraktivitas menjemur kacang tanah. Saat ini memang tengah musimnya panen kacang.
“Mungkin saat ini hanya ada sekitar 30 rumahan. Kami bertahan, karena masih aman. Yang lain pindah, karena rumah mereka berada di tanah miring yang rawan longsor,” ujar Karmidi warga lainnya yang juga masih menempati kampung tersebut.
Menurut Karmidi, ia tinggal di kampung Tarikolot Sidamukti itu sudah 36 tahun. Ia pertama kali menempati kampung itu ketika dibawa oleh mendiang istrinya.
“Sejak saya menikah dengan istri, saya tinggal di kampung ini. Sekarang saya tinggal sendirian, istri saya sudah tiada,” ungkapnya.
Sepengetahuan Karmidi, di kampung itu tadinya ada 100 rumah yang dihuni dan ditempati. Namun, sejak ada pergerakan tanah dan longsor yang menimpa Blok Tarikolot, berangsur-angsur warga mulai berpindah ke tempat yang lebih aman.
“Saat ini saja, jalan ke sini dekat jembatan sudah rusak lagi, karena longsor dan tanahnya bergerak. Tapi di rumah saya masih aman. Makanya saya bertahan,” katanya. (Munadi)
Discussion about this post