KOTA CIREBON, (FC).- Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan sejumlah Anggota Komisi III DPRD Kota Cirebon melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke Rumah Sakit Daerah Gunung Jati (RSDGJ) Cirebon, Rabu (21/10). Tidak banyak yang tahu sidak ini berlangsung, bahkan awak media pun luput untuk meliputnya.
Ditemui FC seusai rapat di Gedung DPRD pada Kamis (22/10), Wakil Ketua DPRD Fitria Pamungkaswati mengatakan, dalam sidak itu pihaknya mencatat ada beberapa temuan. Temuan tersebut akan dibawa dalam rapat dengar pendapat yang akan digelar pekan depan.
Fitria membeberkan, temuan tersebut adalah Gedung Instalasi Gawat Darurat (IGD) lima lantai yang nampak dari luar sudah jadi, dan seharusnya bisa langsung dipergunakannya untuk pelayanan.
Namun hanya lantai dasar saja yang sudah dipergunakan, lantai dua digunakan hanya sebagai tempat penyimpanan barang. Lantai tiga dan seterusnya belum ada pemanfaatan atau masih kosong.
“Kami juga prihatin dengan petugas kebersihan yang ada. Di IGD hanya ditemui dua petugas kebersihan dan hanya satu shift kerja saja, itupun merangkap sebagai porter atau pengantar pasien. Sehingga bisa dinilai, untuk membersihkan gedung seluas itu tidak mungkin akan ditangani dengan baik,” ungkapnya kepada “FC”.
Fitria sudah meminta hal ini untuk segera diselesaikan oleh pihak manajemen RSDGJ. Sayangnya, pada sidak Dirut RSDGJ tidak ada ditempat, diwakili oleh Wadir Pelayanan Medis dr Siti Maria dan Wadir Penunjang Medis dr Kartini serta beberapa pejabat lainnya.
Sementara Anggota Komisi III lainnya Cicip Awaludin menambahkan, temuan selanjutnya adalah tranparansi penghitungan pembayaran Jasa Pelayanan (JP), yang diterima oleh semua pegawai RSDGJ. Cicip menilai, penghitungan JP tidak jelas, sehingga terjadi ketimpangan jumlah JP yang diterima oleh pegawai.
Cicip meminta pihak RSDGJ untuk memberikan data berikut pola pembagiannya. Hal itu sejalan dengan fungsi DPRD yang memiliki peran controling.
“Saya menerima banyak aduan dari pegawai RSDGJ. JP yang diterima tidak jelas dasar pembagian dan penilaiannya. Ada yang menerima JP terhitung besar dengan tugas biasa saja, sementara yang bertugas all out menerima JP dengan jumlah sedikit,” terangnya.
Memang ini urusan internal, lanjut Cicip, tapi ketimpangan JP ini bisa membuat kinerja pegawai menurun. Dan berpotensi menimbulkan rasa iri diantara para pegawai. Hal ini tidak boleh terjadi, karena pelayanan rumah sakit harus tetap dijaga.
Kemudian, pihaknya juga meminta kejelasan mengenai penggunaan dan pertanggungjawaban dana untuk penanganan pasien Covid 19. Dana atau anggaran tersebut baik yang bersumber dari Belanja Tidak Terduga (BTT) APBD Kota Cirebon yang diambil dari hasil recofusing anggaran. Maupun yang berasal dari sumber anggaran bantuan lainnya.
“Termasuk pembagian tunjangan Covid-19, ada keluhan pegawai RSDGJ yang belum menerimanya. Padahal dari anggaran untuk penanganan Covid-19 yang nilainya Rp47 miliar, RSDGJ dapat Rp4,5 miliar. Dari nilai tersebut Rp2,5 miliar dialokasikan untuk membayar tunjangan Covid-19 bagi pegawai RSDGJ,” ungkap Cicip. (Agus)