KAB. CIREBON, (FC).- Prestasi gemilang yang kerap ditorehkan Andi Suryadi ketika masih duduk di bangku SMK dalam dunia olahraga pencak silat tak berbanding lurus dengan harapan orangtuanya, Narsiwan (49).
Puluhan medali dan piagam penghargaan yang tersimpan di rumahnya di Desa Ujungsemi, Kecamatan Kaliwedi, Kabupaten Cirebon tak lebih hanya sebagai bukti peraih juara di kejuaraan pencak silat.
Piagam dan penghargaan yang menumpuk itu ternyata tak cukup kuat untuk membuat peraihnya mendapat apresiasi dari Pemerintah, baik Pemprov Jabar maupun Pemkab Cirebon.
Narsiwan mengatakan, Andi Suryadi adalah anak kedua dari delapan bersaudara dan menjadi bagian dari penopang ekonomi keluarganya yang berada di bawah garis kemiskinan. Bahkan, saat masih mengenyam pendidikan di salah satu SMK di Kecamatan Arjawinangun, Andi sudah berjuang membiayai sekolahnya sendiri dengan menjadi penjaga sekolah.
Selain itu, pemuda yang kini berusia 23 tahun itu juga ikut bekerja sebagai penjahit di konveksi rumahan yang ada di sekitar sekolahnya.
“Boleh dibilang, anak saya itu membiayai sendiri sekolahnya, dia jadi kemit dan menjahit. Makanya kalau dia pulang ke rumah hanya sebulan sekali, karena harus kerja dan ngaji juga,” kata Narsiwan, Senin (26/6).
Kendati demikian, di tengah padatnya aktivitas sebagai pelajar, penjaga sekolah dan penjahit, Andi sangat membanggakan dirinya sebagai orangtua. Menurut Narsiwan, anaknya itu ternyata kerap meraih prestasi di bidang olahraga pencak silat. Prestasi tersebut diraih Andi dari berbagai kejuaraan antar pelajar di tingkat lokal, regional hingga nasional sejak tahun 2018 hingga 2023 ini.
“Sebenarnya saya sendiri tidak tahu persis, tapi kata anak saya, prestasinya sudah tingkat nasional bahkan ASEAN,” kata Narsiwan.
Setelah lulus dari sekolah tersebut, sambung Narsiwan, anaknya itu kini harus bekerja sebagai penjahit di Kabupaten Indramayu untuk membantu ekonomi keluarga. Pasalnya, Andi juga harus membantu keberlangsungan pendidikan adik-adiknya yang saat ini masih ada yang duduk di bangku kelas 3 dan kelas 5 SD.
Selain itu, ada juga yang sudah duduk di bangku SMP dan SMK yang tentu membutuhkan biaya. Anehnya, KK atas nama Narsiwan tidak mendapatkan program bantuan pemerintah, baik PKH maupun BPNT.
“Anak paling kecil kelas 3 SD, yang lainnya ada yang di SMP dan SMK. Tapi saya tidak dapat PKH ataupun BPNT,” ungkapnya.
Pantauan Fajar Cirebon, di Desa Ujungsemi Narsiwan dan anak-anaknya menempati rumah dengan ukuran lebar 6 meter dan panjang 6 meter. Rumah yang dinilai tidak cukup luas itu bahkan tanpa dilengkapi kamar mandi dan WC. Sebagian lantainya juga masih beralas tanah. Meskipun lantai di ruang tamu sudah menggunakan keramik yang didapat dari pemberian seseorang yang prihatin dengan kondisi rumah Narsiwan. (Ghofar)
Discussion about this post