KOTA CIREBON, (FC).- Warga Jalan Ampera Kota Cirebon, melakukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandung, atas pemblokiran Sertifikat Hak Milik (SHM) yang dilakukan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Cirebon.
Pemblokiran sertifikat dilakukan atas permintaan dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat atas klaim tanah di Jalan Ampera.
Pada Jumat (25/4/2025), Hakim PTUN Bandung melakukan pemeriksaan setempat atau descente di Jalan Ampera. BPN Kota Cirebon selaku tergugat turut menyaksikan jalannya pemeriksaan setempat tersebut, termasuk sejumlah warga penggugat.
“Kita ajukan gugatan ke PTUN, dan hari ini adalah pemeriksaan setempat, hal ini dilakukan apakah sama dengan pihak tergugat, ternyata sama. Yang dicek itu tidak keseluruhan, tapi random,” ujar Kuasa Hukum Penggugat, Tjandra Widyanta, SH didampingi partners Josua Gian Adhipramana, SH
Menurut Tjandra, Pemprov Jabar tidak bisa membuktikan kepemilikan sah atas klaim Jalan Ampera.
“Pemprov tidak bisa membuktikan, Jalan Ampera itu hanya ditulis sebagai Kartu Inventaris Barang (KIB) pada 1999. Dalam persidangan harusnya ada alas haknya, tapi pemprov tidak bisa membuktikan,” tuturnya.
Diketahui, terdapat 105 warga Jalan Ampera yang memiliki 65 sertifikat yang melakukan gugatan kepada PTUN Bandung. Ke-65 sertifikat tersebut diblokir oleh BPN Kota Cirebon. Akibat pemblokiran ini, warga sama sekali tidak bisa melakukan hal apapun yang menjadi hak atas sertifikat tersebut, termasuk menjual tanahnya.
Pemblokiran sendiri telah terjadi sejak 2012 lalu akan tetapi baru secara resmi diterbitkan pencatatan blokir di buku tanah pada tangal 13 Desember 2023. Dengan demikian, warga tidak dapat menikmati manfaat kepemilikan sertifikat yaitu mengalihkan (jual beli), mengagunkan, dan turun waris, sehingga sudah merasakan keresahan atas sertifikatnya selama 13 tahun lamanya.
Sengketa tanah di Jalan Ampera berawal pada tahun 1950-an, di mana pada saat itu banyak terdapat buruh pelabuhan yang menetap di kawasan tersebut.
“Pemprov Jabar pada 1950-an menganggap warga sebagai penyewa. Kemudian saat itu warga mengajukan pensertifikatan. Tahun 2012, muncul surat dari Sekda yang mengajukan permohonan blokir sertipikat kepada BPN Kota Cirebon sehingga sertifikat tidak bisa digunakan,” ujar salah satu warga, Ari sandi Irawan.
Menurut Ari sandi, Pemprov Jabar menggunakan PP Nomor 14 Tahun 1958 tentang Kesejahteraan Buruh untuk diterapkan di Jalan Ampera.
“Seiring berjalannya waktu, usai kemerdekaan saat itu sudah ada rumah-rumah di kawasan Jalan Ampera. Kemudian, pemprov minta sewa kepada warga. Warga minta pensertifikatan. Setelah itu ada survei yang menyatakan bahwa Jalan Ampera ini tidak terdaftar sebagai milik Pemprov Jabar, di perburuhan juga tidak ada. Maka, terbitlah sertifikat pada tahun 1993. Tapi, pada 1999 Pemprov Jabar mencatatkan Jalan Ampera ini sebagai aset,” ungkapnya.
Arisandi menegaskan, Pemprov Jabar sudah menerima uang pemasukan negara dari masyarakat yang saat itu memohonkan sertifikat.
“Pemprov Jabar itu sudah terima pemasukan negara dari masyarakat Jalan Ampera yang membuat permohonan sertifikat. Kemudian, pada 2012 tiba-tiba ada pemblokiran dari BPN atas permintaan Pemprov Jabar, sehingga masyarakat mau jual atau menjaminkan sertifikat itu tidak bisa. pemprov sudah mendzolimi masyarakat selama bertahun-tahun!” tandasnya. (Agus)
Discussion about this post