MAJALENGKA,(FC). – Pemerintah Kabupaten Majalengka akan menjamin pengobatan dua Warga Negara Indonesia (WNI) asal wilayahnya yang menjadi penyintas perang di Sudan.
Bupati Majalengka, Karna Sobahi mengatakan, pihaknya sudah memonitor kedua warganya tersebut melalui puskesmas di tempat tinggal masing-masing. Dalam monitoring itu, pemerintah pastikan akan membantu pengobatan keduanya.
“Kami sudah memonitor keadaan, termasuk kita akan bantu pengobatan,” ujar Karna kepada sejumblah wartawan, Kamis (4/5).
Selain itu, pihaknya juga masih terus menginvestigasi ada berapa warga Majalengka yang sebenarnya terdampak perang di Sudan.
“Kami akan minta konfirmasi terus, berapa-berapa warga Majalengka yang terkena dampaknya. Kta bantu nanti, pengobatan di rumah sakitnya,” ucapnya.
Seperti diketahui, sebanyak dua warga asal Kabupaten Majalengka, Jawa Barat menjadi korban perang di Sudan yang kini telah berhasil dievakuasi pulang ke Indonesia.
Keduanya adalah Nani Suwartiyani (51), warga Jalan Suma RT.03/01, Kelurahan Majalengka Kulon, Kecamatan Majalengka dan Nameh (53), Desa Bayureja, Kecamatan Sindang, Kabupaten Majalengka.
Bahkan Nani kepada media telah menceritakan pengalamannya saat berada di wilayah konflik tersebut.
Dengan kondisi yang lumayan membaik, setelah tiba di rumahnya pada Sabtu (29/4) dalam kondisi tak bisa berdiri, Nani mengatakan, bahwa posisi ia di Sudan, yakni sebagai Pekerja Migran Indonesia (PMI).
Di sana, ia harus merasakan hidup dengan suara desingan senjata api secara langsung dari para pihak yang bertikai. Bahkan, bagi Nani, granat bukan hanya usapan belaka, tetapi melihatnya secara langsung dengan mata dan kepala sendiri.
Kondisi politik di Sudan juga, membuat Nani menderita kerugian materi tidak sedikit. Kerugian materi itu diterimanya saat tempat tinggalnya dihantam bom oleh salah satu pihak yang bertikai.
“Saya tinggal di pusat kota-nya, Khartoum, di tempat perang itu. Wah gentingnya seperti neraka kayaknya, soalnya ada bom di sana-sini, yang namanya bom itu sudah ada di atas kepala gitu,” ujar Nani yang sudah 15 tahun berada di Sudan, Selasa (2/5).
Diceritakan dia, bahwa pengalaman terburuknya karena ia sempat mendapat lemparan granat, yang tidak tahu dilempar dari pihak mana.
Awalnya, Nani mengaku tidak mengira kalau benda yang terjatuh di dekatnya itu adalah granat.
“Awalnya di belakang, terus di depan juga ada. Pas saya lihat ke atas, eh ada pesawat, dan itu ternyata yang ada di belakang dan depan itu granat,” ucapnya.
Bahkan, granat dari pihak bertikai sempat menghancurkan dapur tempat tinggalnya. Alhasil, semua uang miliknya tidak bisa diselamatkan.
“Kontrakan saya kena granat. Dan uang saya habis. Itu jam 1 malam. Uang saya disimpan di dapur. Dengan pertimbangan, menghindar dari penjahat yang mungkin masuk rumah. Di kota ini, karena kota besar, jadi kriminal nya juga tinggi,” jelas dia.
Seiring berjalannya waktu, kondisi keamanan di Sudan, khususnya kota yang ditinggali Nina semakin tidak menentu. Alhasil, pemerintah Indonesia lewat KBRI memutuskan untuk mengevakuasi WNI, tidak terkecuali Nina.
“Saat itu, saya yang terakhir evakuasi. Saya keluar dari rumah menuju Mayo, tempat pengungsian sekitar 10 kilometer. Saya diantar warga Sudan,” katanya.
Saat melakukan perjalanan ke Mayo, Nani membawa ‘bendera merah-putih’ yang ia buat sendiri dari robekan baju yang ia punya. Bendera itu sekaligus melengkapi identitas resmi lainnya.
“Saya menggunting pakaian dari warna merah dan putih, dibikin bendera merah putih. Setiap kali ada posko, saya perlihatkan itu. Bendera Indonesia bikin saya lolos dari pemeriksaan setiap posnya. Baru setelah posko 4, pemeriksaan lebih ketat, tidak percaya dengan memperlihatkan bendera itu. Saya akhirnya perlihatkan identitas Indonesia,” ujar ibu tiga anak itu.
Saat sampai di Mayo, Nani mengaku menerima telepon dari pihak KBRI dan diminta untuk kembali. “Saya kembali lagi, tapi nggak ke KBRI, saya e PPI,” ucapnya.
Setelah itu pekan lalu, Nani bersama WNI lainnya, termasuk mahasiswa di Sudan dievakuasi pulang ke Indonesia. Namun sayang, di tengah perjalanan terjadi musibah.
“Ada 6 bus, itu dari Kloter 2. Satu mobil untuk PMI bersama dari Kedubes, terus 5 mobil dari kalangan mahasiswa. Di perjalanan, bis yang kami tumpangi kecelakaan, masuk jurang. Saya mengalami luka di bagian kaki. Tidak dirujuk ke RS, kami menunggu rombongan mahasiswa. Begitu tiba, kami dibagi ke 5 mobil mahasiswa itu,” jelas dia.
Kendati luka bekas kecelakaannya belum benar-benar sembuh, tetapi Nina mengaku bersyukur bisa kembali berkumpul bersama keluarga.
“Dari Majalengka, ada satu orang lagi, orang (kecamatan) Sindang, sama luka juga karena satu mobil dengan saya. Alhamdulillah, saya sekarang semakin membaik,” katanya.
Diketahui, konflik militer antara Sudan Armed Forces (SAF) atau Angkatan Bersenjata Sudan dengan paramiliter RSF pecah di Kota Khartoum pada 15 April 2023. Konflik tersebut mengancam situasi keamanan di Sudan.
Akibatnya, Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Khartoum menetapkan status Siaga II pada 16 April 2023.
Dengan meningkatnya eskalasi konflik tersebut, pada 20 April 2023, KBRI Khartoum menetapkan status siaga I. (Munadi).