KAB. CIREBON, (FC).- Terhitung mulai 5 Januari 2024, pajak kos-kosan yang selama ini menjadi salah satu sumber pendapatan daerah, resmi dihapus.
Hal itu menyusul diberlakukannya Undang-undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD).
Kini, kos-kosan bebas pajak daerah. Pemerintah daerah harus rela kehilangan salah satu sumber PAD dari pajak daerah tersebut.
Kepala Bappenda Kabupaten Cirebon melalui Kasubid Penagihan, Opik mengatakan, pihaknya telah merespon cepat melakukan langkah-langkah upaya menyesuaikan amanat UU HKPD ini.
Salah satu upaya yaitu mensosialisasikan pelaksanaan UU HKPD tersebut kepada para Wajib Pajak (WP) Kos-kosan, sekaligus juga mengejar tunggakan pajak yang belum diselesaikan.
“Upaya kita terkait dengan dihilangkannya pemungutan pajak kos-kosan itu kita akan melakukan inventarisir Wajib Pajak Kos-kosan yang masih memiliki tunggakan pajak sebelum tahun 2024,” ungkap Opik kepada FC, Rabu (10/1).
Sosialisasi akan dilakukan bersama UPT yang ada di masing-masing wilayah kerja yaitu wilayah Barat, Tengah, dan Timur Kabupaten Cirebon dalam minggu ini.
“Jadi mulai besok kita akan bergerak ke wilayah barat dengan UPT wilayah barat. Kita akan undang WP-WP Kos-kosan, datanya sudah kita siapkan,” ujarnya.
Dengan dihapusnya pajak kos-kosan, maka otomatis semua Nomor Pokok Wajib Pajak Daerah (NPWPD) yang dimiliki para Wajib Pajak Kos-kosan pada sistem nantinya akan dihapus.
Opik menyebutkan, jumlah keseluruhan WP Kos-kosan di Kabupaten Cirebon ada sebanyak 77 WP.
“Kita akan undang WP-WP Kos-kosan sekaligus kita sampaikan bahwa nanti akan kita hapus NPWPD yang bersangkutan, dan kita akan cek tunggakannya, seterusnya secara kontinyu sampai ke wilayah timur nanti,” jelasnya.
.
Menurutnya, Bapenda melakukan upaya untuk tetap optimal meskipun kondisi sesuai amanat UU HKPD itu ada perubahan pada tarif pajak dan ada beberapa retribusi yang hilang.
“Upaya kita antara lain memperketat sisi pengawasan dan pengendalian, karena objek-objek pajaknya setiap tahun tidak terlalu signifikan perubahannya. Contoh, hotel di kabupaten Cirebon tidak bertambah, hanya itu-itu saja,” jelas Opik.
Sebelumnya, ketentuan mengenai pajak kos-kosan diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRB).
Dalam UU 28/2009 itu dijelaskan bahwa rumah kos dengan jumlah kamar lebih dari 10 masuk dalam kategori hotel, sehingga dikenakan pajak daerah.
Pada Pasal 35 ayat 1 disebutkan bahwa tarif Pajak Hotel ditetapkan paling tinggi 10 persen.
“Kalau dulu sesuai Undang-undang 28/2009, selain hotel itu kos-kosan bisa kita pungut. Tapi sekarang itu Pajak Hotel ya murni hanya bicara tentang hotel, yang menyangkut kos-kosan itu sudah tidak bisa dipungut,” ungkap Opik.
Mengacu UU HKPD, pajak hotel masuk dalam kategori Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT).
Sesuai Pasal 50, objek PBJT merupakan penjualan, penyerahan, dan/atau konsumsi barang dan jasa tertentu yang meliputi, makanan dan/atau minuman, tenaga listrik, jasa perhotelan, jasa parkir dan, jasa kesenian dan hiburan.
Jasa perhotelan sebagaimana dimaksud meliputi jasa penyediaan akomodasi dan fasilitas penunjangnya, serta penyewaan ruang rapat/pertemuan pada penyedia jasa perhotelan seperti, hotel, hostel, vila.
Lalu pondok wisata, motel, losmen, wisma pariwisata, pesanggrahan, rumah penginapan/guesthouse/bungalo/resort/cottage, tempat tinggal pribadi yang difungsikan sebagai dan, glamping. (Andriyana)
Discussion about this post