KAB. CIREBON, (FC).- Kasus kekerasan terhadap perempuan baik kekerasan fisik maupun kekerasan seksual di Kabupaten Cirebon masih cukup tinggi. Dinas Pengendalian Penduduk Dan Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak (DPPKBP3A) Kabupaten Cirebon tengah mengupayakan pendirian UPTD PPA.
Asisten Pemerintahan dan Kesra Setda Kabupaten Cirebon, Mochamad Syafruddin mengatakan, saat ini Perbup peningkatan UPTD PPA sedang berproses di Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat. “Kalau UPTD, perbup-nya sedang konsultasi dengan provinsi,” kata Syafruddin usai menerima rombongan Komnas Perempuan di ruang Paseban Setda Kabupaten Cirebon, Kamis (12/12).
Melalui peningkatan UPTD tersebut, diharapkan akan lebih meningkatkan koordinasi yang efektif dengan semua pihak, dalam rangka perlindungan perempuan dan anak. “Sejauh ini koordinasi dengan P2TP2A sudah cukup bagus, hanya saja sifatnya bukan UPTD, karena itu bagian dari DPPKBP3A,” kata Syafruddin.
Ia menambahkan, kedatangan Komnas Perempuan di Kabupaten Cirebon dalam rangka memperingati 16 hari anti kekerasan terhadap perempuan.
Komisioner Komnas Perempuan, Maria Ulfa Anshor mengatakan, Komnas Perempuan merupakan lembaga nasional HAM yang mempunyai tugas dan fungsi melakukan upaya penghentian kekerasan terhadap perempuan. Komnas Perempuan akan memberikan saran, masukan dan pertimbangan kepada legislatif, eksekutif dan yudikatif terkait upaya tersebut. “Karenanya kami mendatangi dinas-dinas, pemda, DPRD, APH dan lainnya,” ujar Maria Ulfa.
Menurut Maria, kasus kekerasan terhadap perempuan di Kabupaten Cirebon sendiri relatif tinggi bahkan menunjukkan peningkatan di 2024 ini. Sementara dari sisi pengada layanan, dari 9 pengada layanan yang ada, semuanya masih belum optimal. Belum optimalnya semua pengada layanan tersebut, disebabkan karena adanya tantangan dari pengada layanan itu sendiri dan pada regulasinya.
“Terkait layanan yang bisa diakses oleh publik atau seluruh korban di 40 kecamatan, ternyata ada tantangan yang dihadapi. Di antaranya dari sisi kelembagaan, PPA itu masih ada di dua kementerian,” terangnya.
Sementara dari sisi penanganan kasus dan penyelesaian terhadap upaya penanganan pencegahan dan pemulihan, membutuhkan kerja cepat dan cara pandang yang berorientasi pada kepentingan korban. Selain itu, juga dibutuhkan penanganan yang komprehensif. “Kami menyarankan harus ada penguatan regulasi melalui perda, karena di daerah lain UPT PPA sudah bisa menjadi dinas, tidak melekat dalam dua kementerian,” tandasnya.
Saat ini, kata Maria, proses peningkatan UPT PPA sudah bergulir di tingkat provinsi dan sudah diverifikasi. Kendati demikian, ia merasa perlu untuk mengecek keberadaan UPT PPA-nya sendiri yang masih menjadi bagian dari dinas atau sudah bisa menjadi dinas. Karena, fungsi UPT PPA akan berbeda ketika masih menjadi sub dinas dibandingkan dengan menjadi dinas.
“Jadi harus ada penguatan kelembagaannya dan SDM-nya. Saya rasa UPT itu urgen kalau lihat kasus-kasusnya. Karena hampir rata terjadi di 40 kecamatan. Selain ada tiga kecamatan tertinggi, di kecamatan lain juga rata ada kekerasan terhadap perempuannya, termasuk kekerasan seksual,” terangnya.
Ia menyebut, angka kekerasan terhadap perempuan di Kabupaten Cirebon seperti fenomena gunung es. Dimana, angka yang muncul kecil tapi yang terjadi sesungguhnya pasti lebih besar. Hal itu terjadi karena terkait dengan keberanian korban kekerasan seksual untuk melaporkan kasus yang dialaminya. Karena untuk melapor, butuh perjuangan, kesiapan mental dan lainnya.
Di sisi lain, masyarakat menganggap pelecehan seksual terhadap perempuan sebagai hal yang biasa. Sehingga ketika ada korban yang melapor, justru korbannya yang disalahkan. “Malah korban yang disalahkan bukan pelakunya, yang dilindungi juga pelakunya. Ini cara pandang keliru dan harus diluruskan,” pungkasnya. (Ghofar)
Discussion about this post