KAB. CIREBON, (FC).- Potensi garam Kabupaten Cirebon sangat besar. Luas lahannya diperkirakan mencapai 73 KM terbentang dari mulai Losari sampai Kapetakan. Sayangnya produksi garam di Kabupaten Cirebon minim. Hanya di angka 2.600 ton per tahun.
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Cirebon pun mendorong agar pihak eksekutif mengembangkan potensi garam lokal. Caranya dengan menggandeng pihak ketiga terkait penggunaan teknologi agar kualitas dan kuantitas garam lebih baik.
“Artinya, per hektarenya diperkirakan hanya 1,7-1,8 ton per tahun. Angkanya kecil. Padahal pada tahun 2015 lalu, Cirebon sempat menghasilkan 43 ribu ton per tahun,” kata Ketua DPRD Kabupaten Cirebon, H Mohamad Luthfi belum lama ini.
Di luar itu, jumlah kelompok usaha garam setiap tahunnya semakin berkurang. Dari 120 kelompok usaha garam, kini tinggal menyisakan 37 saja. Padahal kebutuhan garam nasional berdasarkan data kementerian perdagangan tahun 2021 saja totalnya di angka 4,6 juta ton. Sementara kemampuan produksi garam nasional hanya berkisar 1,5 juta ton.
“Artinya hanya 1/3 nya saja yang mampu diproduksi garam dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan nasional. Sisanya dari mana? Kita harus impor. Jelas ini adalah peluang usaha yang sangat besar dalam meningkatkan taraf ekonomi lokal. Peluang itulah yang kemudian ditangkap Kabupaten Pamekasan,” lanjutnya.
Tahun 2018 Pamekasan merangkul perguruan tinggi setempat untuk mengembangkan teknologi pengelolaan garam. Universitas Trunojoyo Madura yang digandeng. Hasilnya, Pamekasan mampu meningkatkan produksi garam dua kali lipat.
“Yang biasanya 8-10 hari garam baru bisa dipanen. Tapi dengan penerapan tekhnologi garam tepat guna, Pamekasan hanya membutuhkan waktu 3-4 hari saja untuk memanen,” katanya.
SDi tahun 2019, dari lahan yang hanya 900 hektare saja, Pamekasan mampu menghasilkan 30 ribu ton. Jauh berbeda dengan Kabupaten Cirebon yang hanya menghasilkan 1,7 ton per hektare.
Dari segi luas lahan dan jumlah petambak garam, Kabupaten Cirebon lebih unggul dibandingkan Pamekasan. Namun pertanyaannya kata Luthfi, kenapa Cirebon masih kalah.
“Baik dari segi kuantitas maupun kualitas produksi. Jawabannya karena Kabupaten Cirebon masih kalah dari berbagai sisi. Kalah pengetahuan, kalah teknologi,” katanya.
Menurutnya, saatnya Kabupaten Cirebon bangkit. Merangkul universitas lokal, untuk terus meningkatkan riset dan mengembangkan teknologi garam yang penerapannya tepat guna. Sehingga tak ada lagi cerita, produksi rendah saat musim hujan.
“Dan kita tetap bisa produksi meskipun di musim hujan. Tak ada lagi petani mengeluh harga garam rendah karena kualitas. Kualitas garam kita harus menjadi yang terbaik,” ujar Luthfi. (Suhanan)
Discussion about this post