KOTA CIREBON, (FC).- Tingkat kekerasan terhadap anak di Indonesia selalu meningkat setiap tahun. Kendala dalam pengumpulan data kekerasan pada anak antara lain adalah jumlah peristiwa kekerasan yang belum dilaporkan, terutama bila kekerasan tersebut terjadi di rumah tangga.
Hal ini diungkapkan Siti Nuryani, Ketua Komisi Nasional (Komnas) Perlindungan Anak Cirebon Raya pada kegiatan coffee morning di sebuah hotel, Kamis (7/1).
Dengan mengambil tema, menghadapi pembelajaran tatap muka dalam masa pandemi Covid-19, upaya melindungi hak anak secara aman dan sehat.
Menurutnya, pandemi Covid-19 ini memaksa hampir semua kegiatan anak dikerjakan di rumah, seperti sekolah secara daring. Dan ini berpotensi, bahkan sudah terjadi pelecehan seksual kekerasan fisik maupun psikis kepada anak-anak di rumah. Pelakunya bisa orang tua sendiri maupun keluarga.
“Kejadian yang dilaporkan di Indonesia sudah ada, seperti inses dengan anak, kekerasan fisik karena orangtua tidak sabar membimbing belajar secara daring dan lainnya,” jelas Siti.
Sebagian besar masyarakat menganggap kekerasan yang terjadi dalam rumah tangga adalah masalah internal keluarga, yang tidak bisa dimasuki oleh pihak luar seperti lembaga penegak hukum dalam memecahkan berbagai permasalahan kekerasan pada anak.
“Selama Pandemi Covid 19, saat anak melaksanakan pembelajaran dirumah, justru banyak terjadi peningkatan kasus kekerasan terhadap anak,” ungkapnya.
Untuk itu, peran dari pemerintah, kepolisian, tokoh masyarakat dan agama sangat penting guna memberikan edukasi kepada masyarakat, terkait hak anak. Sehingga meminimalisir kejadian negatif yang menimpa anak-anak.
“Orangtua juga wajib memonitor penggunaan ponsel anak. Jangan sampai dengan alasan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ), malah membuka situs yang tidak sesuai dengan perkembangan usianya,” imbuhnya.
Untuk Kota Cirebon, Siti mengapresiasi Pemkot Cirebon dalam pelaksanaan PJJ ini. Dengan menggunakan siaran TV lokal dalam penyampaian pelajaran. Sehingga anak tidak terlalu bergantung pada ponsel untuk belajar daring.
Sementara Wakil Walikota Cirebon Eti Herawati menyampaikan, sebenarnya pemkot sudah membuat suatu sistem untuk pembelajaran tatap muka di masa pandemi covid-19.
Seperti siswa yang hanya datang ke sekolah seminggu sekali, satu kelas dibatasi 10 anak serta berbagai sistem lainnya agar jalannya sekolah tatap muka di masa pandemi covid-19 tetap sesuai dengan protokol kesehatan (prokes).
Namun melihat situasi yang terjadi saat ini, apalagi daerah tetangga, yaitu Kabupaten Cirebon sudah masuk lagi ke zona merah penyebaran covid-19 di Jabar, rekomendasi dari satgas penanganan covid-19 untuk sekolah tatap muka belum direkomendasikan.
Pada kesempatan itu Eti juga menghaturkan terima kasih atas kehadiran Komnas Perlindungan Anak Cirebon Raya dan kepedulian mereka terhadap pembelajaran anak-anak di Kota Cirebon di masa Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). PJJ di Kota Cirebon sudah luar biasa, dan secara nasional sudah diakui.
Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Cirebon, lanjut Eti, sudah merancang model PJJ yang bagus di Kota Cirebon. Namun memang proses belajar mengajar secara tatap muka akan lebih optimal.
“Tapi saya tegaskan lagi, perhari ini satgas belum ada rekomendasi untuk sekolah normal kembali,” ucapnya mengakhiri. (gus)
Discussion about this post