KUNINGAN, (FC).- Secara umum, Desa Wisata tidak berhubungan dengan kemewahan. Tidak juga seperti harus serba terpenuhinya kebutuhan, namun prioritas pada kehidupan alami dalam kedamaian dan ketenangan, membaur bersama masyarakat setempat sebagai suatu keluarga dalam bentuk pariwisata yang berkemanfaatan.
Kutipan dari Rodriguez ini menjadi pembuka materi karakter produktif masyarakat di sebuah desa wisata berbasis masyarakat.
Hal ini disampaikan oleh M. Husen Hutagalung, Dosen Sekolah Tinggi Pariwisata Trisakti saat memberikan materi Bimtek Pengembangan Ekonomi Kreatif dan Tata Kelola Desa Wisata di Kabupaten Kuningan tahun 2020 yang bertempat di Desa Wisata Cibuntu.
Menurut data Biro Pusat Statistik(BPS), di Indonesia saat ini terdapat 2000-an terdaftar sebagai Desa Wisata. Dari jumlah tersebut, hanya kurang dari 10% yang dikategorikan sebagai desa wisata mandiri.
Anehnya lebih dari 90% desa wisata yang dianggap belum mendiri tersebut, bukan karena kurang daya tarik, sulitnya aksesbilitas, rendahnya kapasitas masyarakat dalam mengelola, atau bukan juga karena buruknya fasilitas akomodasi dan lain-lain. Tetapi karena karakter masyarakatnya yang kurang produktif.
Menurut Doktor yang selama ini fokus terhadap pengembangan desa wisata ini, dibutuhkan organisasi desa wisata sebagai penjaga karakter produktif masyarakat desa. Karena aktifitas desa wisata berada di lokasi dan sebagai aset desa, maka pemerintah desa bersama masyarakat diharapkan dapat membentuk organisasi pengelola Desa Wisata, yang pengurusnya merupakan masyarakat penduduk setempat/berdomisili.
Discussion about this post