MAJALENGKA, (FC), – Para petani cabai di Kabupaten Majalengka, mengeluhkan anjloknya harga cabai di pasaran hingga menyentuh Rp6 ribu per kilogram.
Kondisi itu berpotensi menyebabkan kerugian. Lantaran, hasil panen tidak sepadan dengan biaya produksi (tanam hingga panen) yang sudah dikeluarkan para petani.
“Normalnya harga cabai itu ya di kisaran Rp10 ribu-Rp 20 ribu per kilogram. Kalau sudah di bawah Rp10 ribu, petani merugi tidak bisa menutup biaya produksi,” ujar Taryan, petani cabai di Desa Ligung Lor, Kecamatan Ligung, Kabupaten Majalengka saat ditemui di kebunnya, Minggu (29/8).
Dikatakan Taryan, turunnya harga cabai dimulai sejak diberlakukannya PPKM sebulan yang lalu, sehingga banyak warung yang tutup imbas dari PPKM.
“Jadi harga cabai merah keriting di pasar hanya dihargai Rp6 ribu, cabai rawit hijau Rp 3-4 ribu, cabai rawit merah Rp10 ribu. Normalnya di harga Rp 14.000, Rawit merah harusnya Rp 18.000 agar menutup biaya produksi,” ucapnya.
Menurut Taryan, kondisi ini sudah terjadi sejak pandemi Covid-19. Meski tahun ini tidak separah awal pandemi, harga cabai saat ini masih dikatakan anjlok.
Alasannya, banyak rumah makan, restoran dan hotel yang tutup, permintaan akan komoditas cabai juga turun.
Belum lagi daya beli masyarakat yang saat ini ikut tertekan akibat pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM).
Sehingga volume belanja kebutuhan rumah tangga dan dapur ikut berkurang. “Warung banyak yang tidak beroperasi, sehingga cabai sering tidak laku dan membusuk,” ucapnya.
Ironisnya, kendati terdampak langsung dengan pandemi dan PPKM, petani seperti Taryan belum tersentuh bantuan dari pemerintah.
“Kalau sudah (harga) rusak begini, kami memilih tidak panen dulu. Membiarkan cabai yang matang membusuk daripada dipanen akan tetapi hasil penjualannya bahkan tidak cukup untuk menutup biaya tanam dan petiknya,” jelas dia.
Terpisah, sejumlah petani di Kabupaten Majalengka nekat membakar tanaman cabai mereka. Hal itu disebabkan karena anjloknya harga cabai di masa pandemi Covid-19.
Pembakaran tanaman cabai sendiri sebagai bentuk aksi protes akibat anjloknya harga tersebut.
Menurut para petani, jika tanaman cabai terus dipelihara akan menanggung kerugian besar.
Sebab, biaya yang dikeluarkan tidak sebanding dengan harga pupuk dan biaya perawatan.
Dadi, petani cabai asal Desa Argalingga, Kecamatan Argapura, Kabupaten Majalengka, termasuk salah satu petani yang membabat dan membakar habis tanaman cabainya. Luas lahan Dadi sendiri hampir satu hektar hektar.
Dadi menuturkan, harga cabai sejak tiga bulan terakhir terus merosot dari sebelumnya per kilogram tembus Rp 14 ribu setiap hari turun kini tinggal Rp 6 ribu per kilogram.
“Kondisi ini menyebabkan petani terus merugi, pasalnya biaya pemupukan dan perawatan yang tinggi tidak sebanding dengan hasil panen yang didapat,” ujar Dadi kepada wartawan, Minggu (29/8).
Menurutnya, meski tak separah tahun lalu yang mencapai Rp 3-4 ribu per kilo, namun tetap saja ia menganggap harga tersebut belum bisa menutupi biaya produksi.
Jika ingin menutupi harga produksi, harga di pasaran harus Rp 13-14 ribu per kilogramnya.
“Alhamdulilah-nya, saya menanam pohon jeruk yang harganya masih stabil, jadi bisa sedikit bisa mengobati kekecewaan saya,” ucapnya.
Sementara, menurut Ketua Kelompok Tani Mekar Mulya di Desa Argalingga, Tatang Tarsono mengaku, seluruh jenis cabai dalam kondisi anjlok.
Seperti, harga cabai merah keriting hanya Rp 6000, cabai rawit hijau Rp 3-4 ribu dan rawit merah Rp 10 ribu.
Biasanya, harga keseluruhannya di atas Rp 10 ribu hingga Rp 20 ribu per kilogramnya. (Munadi)