KARANGWARENG, (FC).- Dibangunnya Embung di Desa Sumurkondang, Kecamatan Karangwareng, Kabupaten Cirebon oleh pemerintah salah satunya untuk mengantisipasi banjir. Pembangunan embung tersebut dibiayai dari anggaran APBN tahun 2019 dengan nilai sekitar Rp8,3 miliar.
Namun dalam uji coba perdananya, Sabtu (15/2) sore, air tampungan di embung tersebut tak terkendali dan membanjiri empat desa yang berada di sepanjang aliran irigasi tersier dari embung tersebut di Kecamatan Karangwareng.
Warga Desa Blender, Kecamatan Karangwareng, Yanto mengungkapkan, banjir yang terjadi pada, Sabtu (15/2) sekitar pukul 16.00 WIB di daerahnya dan menggenagi Blok Kliwon Dusun 04 akibat saluran irigasi tersier dan sungai Ciklepu meluap. Saluran tersebut berhulu dari Embung Sumurkondang.
“Banjir akibat limpasan air sungai merupakan hal yang sudah terbiasa terjadi sejak sekitar tahun 1981,” kata Yanto, kepada FC, Minggu (16/2).
Dikatakannya, banjir yang terjadi Sabtu kemarin meski tidak sampai masuk ke rumah warga, namun termasuk banjir yang lumayan besar yang terjadi pada sebelum-sebelumnya. Ketinggian air antara 20 cm – 50 cm meskipun berlangsung tidak lama banjir langsung surut.
“Kalau di jalan kedalaman sekitar 20 cm kalau di halaman rumah warga ada yang mencapai sekitar 50 cm,” ungkapnya.
Senada juga disampaikan warga lainnya, Komarudin yang menjelaskan jika banjir tersebut lebih diakibatkan karena pendangkaan dan penyempitan sungai Ciklepu.
Meski tidak menyalahkan banjir yang terjadi pasca dibangunnya Embung Sumurkondang.
Komarudin, mengakui jika banjir yang terjadi Sabtu kemarin merupakan banjir yang lumayan besar dibandingkan banjir-banjir dari tahun sebelumnya.
Namun demikian, kata dia, banjir yang terjadi tidak berlarut-larut lantaran air yang meluap dari sungai cepat surut.
“Kalau waktu Sungai Ciklepu masih lebar dan dalam tidak pernah terjadi banjir, pas sekarang menyempit dan dangkal sering meluap dan mengakibatkan banjir, solusinya Sungai Ciklepu harus dikeruk,” ujar Komarudin.
Sementara itu, Kuwu Desa Sumurkondang, Heriyanto mengakui jika banjir yang terjadi Sabtu sore banyak yang menghubungi dirinya, terutama Kuwu dari desa tetangga dan Muspika.
Beberapa Kuwu, kata dia, sempat menyalahkan jika banjir yang terjadi akibat adanya Embung Sumurkondang.
Menurutnya kapasitas embung seluas 1 hektar dengan ketinggian tanggul embung 3 meter dibuat spillway (pelimpah air) dengan ketinggian 1, 5 meter.
Sementara aliran sungai sangat kecil sehingga ketika embung penuh dan mulai melimpah lewat spillway kondisi aliran sungai tak beda dengan tidak adanya embung.
“Waktu dibangun sudah menyarankan ke pihak konsultan agar tinggi bangunan spillway disamakan tingginya 3 meter, atau dipasang pintu air yang bisa dilakukan buka tutup, tapi konsultan mengatakan katanya takut kalau spillway sama tinggi dengan tanggul air akan melimpahnya ke hutan milik Perhutani,” ungkapnya.
Padahal menurut Heri, tujuan awal dibangunnya Embung Sumurkondang, selain untuk pengairan pertanian disaat musim kemarau, embung juga difungsikan untuk mencegah banjir di wilayah sepanjang aliran Sungai Ciklepu.
Dengan kondisi bangunan seperti itu, menurutnya, air yang seharusnya bisa ditampung malah akhirnya dibuang sia-sia, dan banjir tetap masih terjadi.
“Kami berharap kepada BBWSCC selaku instansi yang bertanggungjawab atas pembangunan Embung Sumurkondang agar menganalisa ulang dari tes perdana embung itu karena disaat menampung air dan imbas yang terjadi,” kata Heri.
Heri berharap agar spillway ditinggikan atau kalau tidak dipasang pintu air diatas spillway agar banjir di sepanjang aliran sungai tidak terulang kembali.
“Kalau seperti ini BBWSCC gagal, karena anggaran dari APBN sebesar Rp8,3 miliar untuk membangun Embung Sumurkondang tidak bisa mengatasi banjir, hanya memperlambat banjir saja,” cetusnya. (nawawi)










































































































Discussion about this post