KOTA CIREBON, (FC).- Wisata Kota Cirebon kaya akan destinasi sejarahnya. Kota dengan luas sekitar 40 km² ini, menyimpan sebuah bangunan tua yang menjadi saksi bisu bagaimana industri rokok di Indonesia pernah berjaya pada masanya.
Berlokasi di Jalan Pasuketan, Kelurahan Lemahwungkuk, berdiri sebuah gedung bergaya art deco khas Eropa. Bangunan ini dikenal masyarakat sebagai Eks Gedung British American Tobacco (BAT), yang merupakan salah satu ikon wisata Kota Cirebon paling terkenal.
Gedung ini berada di pojok perempatan Jalan Pasuketan dan berseberangan dengan Bank Mandiri Kota Cirebon. Di kawasan tersebut terdapat deretan bangunan berusia puluhan tahun yang dibangun sejak masa kolonial. Kebanyakan destinasi wisata Kota Cirebon memiliki lokasi strategis. Sehingga wisatawan dapat dengan mudah menjangkaunya.
Eks Gedung BAT telah ditetapkan sebagai cagar budaya. Hal ini tidak lepas dari nilai historis bangunan tersebut yang merupakan bekas pabrik rokok. Meski kini tidak lagi beroperasi, keindahan arsitektur dan cerita masa lalunya menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan. Ditambah dengan kondisi yang masih terawat, Eks Gedung BAT dapat menambah wawasan baru tentang perjalanan industri rokok di Tanah Air.
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Cirebon, Agus Sukmanjaya menyampaikan, Eks Gedung BAT akan mulai dibuka untuk umum pada akhir tahun 2024
“Gedung Eks BAT sampai saat ini masih terus berproses melakukan revitalisasi yang nanti akan diproyeksikan menjadi sebuah destinasi wisata, yang memadukan konsep kemajuan kebudayaan maupun pengembangan di sektor industri pariwisata,” ujar Agus, Jumat (23/2) saat ditemui di kantornya.
Tahun 2024 ini, kata Agus, adalah momentum genap 100 Tahun Gedung BAT. Menurut informasi dari pemilik bangunan BAT, direncanakan pada akhir tahun 2024 Gedung Eks BAT tersebut akan dibuka untuk umum.
“Rencananya di momentum genap 100 tahun gedung BAT, destinasi wisata ini akan dibuka pada akhir tahun antara bulan November atau Desember 2024. Konsep Cirebon zaman dahulunya akan tergambar di museum, kuliner, dan ada beberapa dokumentasi terkait Cirebon jaman kolonial,” katanya.
“Tidak ketinggalan juga, pengembangan UMKM, ekonomi kreatif juga tersedia, termasuk retail modern dan cinema akan hadir di gedung ex BAT ini,” sambungnya.
Pengembangan gedung Eks BAT tersebut, menurut Agus, merupakan sebuah potensi bahwa, dengan beroperasinya gedung BAT dan didukung di kawasan kota pusaka, akan menjadi pendorong untuk pengembangan kawasan Kota Pusaka. Di samping, Pemerintah Daerah akan mewujudkan mimpi untuk pembuatan kampung wisata Arab di Panjunan.
“Konsep Gedung Eks BAT itu, kami sudah melakukan beberapa evaluasi. Eks Gedung BAT ini bisa mewakili Cirebon dan ke depan bisa meningkatkan kunjungan wisata domestik maupun internasional,” pungkasnya.
Dari informasi yang berhasil dihimpun, Gedung BAT ini dimiliki oleh Indo Egyptian Cigarettes Company yang kemudian pada 1923 tersebut bergabung dan dimiliki oleh British American Tobacco Company.
Pada tahun 1924, Arsitek FD Cuypers & Hulswit merenovasi gedung BAT yang mengubah gaya bangunannya menjadi bergaya art deco hingga saat ini. Pada tahun itu, pabrik atau gedung BAT mulai dibangun dan mulai memproduksi rokok putih, dan menjadi produsen terbesar di Indonesia.
Namun, pada 1942 terjadinya perang dunia ke-2, produksi mengalami banyak hambatan, sehingga kekayaannya jatuh di tangan pemerintah Jepang. Pada 1949, berakhirnya perang dunia ke-2, perseroan kembali membaik dan pada saat itu berganti nama menjadi British American Tobacco Manufacture (Indonesia) Limited.
Setelah berganti nama, tak begitu lama diketahui bahwa perseroan dimiliki perusahaan Inggris, lalu Pemerintah Indonesia pun mengambil alih.
Sesuai dengan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang “Penanaman Modal Asing Oleh Pemerintah Orde Baru”, yakni perseroan diambil oleh Pemerintah Indonesia lalu dikembalikan kepada pemiliknya yang asli.
Sejak diambil alih kembali, nama peseroan diganti menjadi PT BAT Indonesia. Gedung British American Tobacco (BAT) Cirebon berganti kepemilikan oleh PT Bentoel International Investama (BINI) dan hanya digunakan untuk memproduksi rokok hingga Mei 2010. Lalu seluruh aktivitas produksi terhenti karena seluruh produksi dipindahkan ke Malang, Jawa Timur. (Agus)