MAJALENGKA, (FC).- Band punk asal Purbalingga, Sukatani, Provinsi Jawa Tengah tengah menjadi perbincangan publik. Melalui lagunya yang berjudul “Bayar Bayar Bayar”, menuai kontroversi hingga harus ditarik dari berbagai platform dan permohonan maaf.
Kendati demikian, dukungan moril dari berbagai kalangan musisi tanah air terus mengalir, salah satunya dari seniman dan musisi asal Majalengka.
Hal itu seperti disuarakan Iman Sabumi, seniman asal Majalengka. Baginya, musik tidak sekadar hiburan, tetapi juga alat kritik sosial yang mampu menggugah kesadaran masyarakat.
“Saya pikir musisi punya peran besar, bukan hanya untuk menghibur, tapi juga mengingatkan. Lirik-lirik yang memiliki pesan moral justru harus diperbanyak. Pemerintah seharusnya mengelola kritik dari musisi dengan bijak, bukan malah membungkamnya,” ujar Iman Senin kepada para wartawan, Senin (24/2/2025).
Iman menambahkan, pemerintah sebaiknya tidak usah alergi terhadap kritik dalam sebuah lirik lagu. Menurut dia, lirik lagu yang berbicara tentang isu sosial, lingkungan, dan kebijakan publik seharusnya dijadikan bahan refleksi, bukan alasan untuk represi.
“Lagu bukan sekadar lantunan nada, tapi juga gerakan. Jika ada lagu yang menyoroti isu lingkungan misalnya, pemerintah seharusnya justru tergerak untuk memperbaiki kebijakan pengelolaan sampah atau lingkungan. Musik juga suara rakyat,” tambahnya.
Dukungan serupa datang dari Hendra Nurrahman alias Enka, rapper asal Majalengka.
Ia menegaskan, bahwa kontroversi lagu “Bayar Bayar Bayar”, tidak akan menyurutkan semangat musisi untuk terus bersuara.
“Bagi saya, semakin suara kami dibungkam, semakin berisik kami. Musik adalah orasi bagi mereka yang tak bisa turun ke jalan. Lirik yang tajam dan ‘nakal’ adalah bentuk perlawanan terhadap ketidakadilan,” tegasnya.
Sebagai musisi, Enka merasa bertanggung jawab untuk menyampaikan realitas sosial melalui lagu.
Baginya, lagu yang mengkritik kebijakan atau situasi tertentu justru mewakili suara banyak orang yang sering kali diabaikan oleh mereka yang berada di lingkaran kekuasaan.
“Intinya, kami sebagai masyarakat demokratis berhak menyuarakan keresahan lewat media apa pun, terutama musik,” tambahnya. (Munadi)
Discussion about this post