KUNINGAN, (FC).- DPD Korps Alumni KNPI Kuningan gelar acara Ngawangkong dengan pembahasan Ngaguar Sajarah jeung Kabudayaan Kuningan Mangsa Bihari nu Kakubur Mangsa Kiwari, bertempat di RM. Ma Nioh Jalan Baru Kuningan, Rabu (6/9) malam.
Agenda tersebut, dihadiri Wakil Bupati Kuningan Ridho Suganda, serta para pengurus DPD Korps Alumi KNPI Kuningan.
Dewan Kebudayaan, Dewan Penasehat DPD Korps Alumni KNPI Kuningan, Paguyuban Pasundan, Prof. H. Didin Nurul Rosyidin, Sejarawan, Tendy Chaskey, Universitas, Perguruan Tinggi, PGRI, ada Banom NU, Tim Cagar Budaya, organisasi kemahasiswaan, dan lainnya.
Ketua DPD Korps Alumni KNPI Kuningan, Dian Rachmat Yanuar, menyampaikan melalui acara ini diharapkan dapat merenungkan perjalanan sejarah dan kekayaan budaya Kuningan dari masa ke masa hingga saat ini.
“Hal ini penting sebagai upaya menjaga dan menghargai warisan budaya yang telah ditinggalkan oleh para pendahulu,” ujar Dian.
Usai penyampaikan berbagai materi dari narasumber, Dian mengaku tak terasa ngawangkong sejarah dan budaya Kuningan malam ini memberi atmosfir yang hangat dan menyegarkan, karena banyak pengetahuan sejarah yang dilontarkan sebagai reperensi baru.
Kendati sudut pandang yang berbeda, namun ngawangkon tentang sejarah dan budaya Kuningan menjadi pembahasan yang serat dengan makna.
Dalam kesempatan itu, pembahasan ngawangkong tentang sejarah dan budaya Kuningan ini bertutur tentang berbagai pembahasan, seperti tentang budaya apa yang akan di tonjolkan di Kuningan, bagaimana pemeliharaan cagar budaya, bahasa wewengkon Kuningaan, tentang hari jadi Kuninga, Kuningan dari masa ke masa, asal usul nama Kuningan, Dangiang Kuning-Dangiang Keweningan, Sang Adipati Kuningan sebagai kepala daerah pertama, penataan ruang di Kuningan sejak dahulu dan lainnya.
Salah satu undangan Dani Nuryadin berharap acara ngawangkong ini, tidak hanya sebatas selesai setelah acara beres tapi ada hasil yang bisa di jadikan referensi oleh masyarakat seperti Kamus Basa “Indung” wewengkon Kuningan yang bisa di peroleh oleh seluruh masyarakat Kuningan Khususnya.
Ia juga menambahkan, bahwa acara-acara seperti ini dengan konsep lesehan “ngariung” lebih komunikatif ketimbang acara formal.
Acara ngawangkong ini terasa natural, apalagi didukung suasana semi alam terbuka dengan penataan anyaman bambu, pendopo kayu, ada juga suguhan seuseupanan ditambah iringan musik tradisional dengan konsep lesehan. Sehingga tak terasa ngwangkong yang serat dengan makna, akhirnya dipungkas tepatnya Pukul 24.00 WIB. (Ali)
Discussion about this post