KAB. CIREBON, (FC).- Warga RW 05, Desa Kedungjaya, Kecamatan Kedawung, Kabupaten Cirebon mengeluhkan bau menyengat, diduga asal bau menyengat tersebut disebabkan oleh rumah produksi dan supplier bebek serta ayam kampung RM Mas Budi, bahkan pencemaran limbah sudah merusak lingkungan sekitar.
Menanggapi hal tersebut, Kabid Pengendalian Lingkungan dan Penataan Hukum pada Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Cirebon, Yuyu Jayudin membenarkan bahwa pihaknya telah menerima laporan dari warga terkait pencemaran limbah, pihaknya menyebut bahwa hingga saat ini belum menerima perizinan terkait limbah dari rumah produksi bebek tersebut.
“Kalau dari kita belum ada yang mengajukan izin terkait limbah, baru tadi hari ini warga sudah berkirim surat ke kita terkait pengaduan masalah itu (pencemaran limbah,-red). Dan akan kita tindaklanjuti segera untuk cek ke lokasi,” ujar Yuyu Jayudin, Senin (10/2/2025).
Yuyu menambahkan, jika mereka mengantongi izin, otomatis mereka mempunyai instalasi pengelolaan air limbah (IPAL) yang baik, sebaliknya jika mereka tidak mengantongi izin maka pengelolaannya tidak tertata dengan baik. “Jadi, kalau tidak melakukan pengelolaannya ya tanpa harus diambil sampel air limbahnya, itu dipastikan tidak berizin. Tapi, akan kita kroscek dulu ke lapangan ya,” tandasnya.
Sementara, Ketua RW 05 sekaligus Ketua DKM Masjid Al Makshudi, Panji mengungkapkan, bahwa bau tak sedap dari limbah usaha tersebut sangat mengganggu kenyamanan warga, termasuk jamaah masjid. “Jamaah sering mengeluh karena baunya menyengat. Kami punya konsep masjid ramah lingkungan, tapi kondisi ini sangat mengganggu. Hari ini warga sudah menandatangani petisi, kami sudah melaporkan ke Dinas Lingkungan Hidup (DLH) dan Satpol PP,” ujar Panji.
Tak hanya mengganggu aktivitas ibadah, limbah dari rumah produksi itu juga disebut mencemari saluran irigasi yang digunakan petani setempat. Akibatnya, sawah warga terkena dampak, bahkan beberapa petani mengalami gatal-gatal yang diduga akibat limbah tersebut. “Ada delapan petani yang mengeluhkan dampaknya. Beberapa lahan bahkan sudah tidak bisa digarap karena irigasi tercemar,” tambahnya.
Meski begitu, protes warga tetap bergulir. Mereka menolak keberadaan usaha tersebut dan bersikeras meminta agar produksi bebek segera dipindahkan dari lingkungan mereka. “Kami hanya ingin usaha ini pindah. Saat salat Jumat atau salat lima waktu, bau dari limbahnya sering tercium ke dalam masjid. Kami sudah memberi saran, tapi mereka tak menggubris,” tegas Panji.
Di sisi lain, pemilik rumah produksi, Iyan membantah tuduhan warga. Ia mengklaim telah mengikuti prosedur pengelolaan limbah sesuai arahan pemerintah desa, termasuk dengan membuat sistem bak kontrol. “Kami sudah membangun sembilan bak kontrol sebagai penyaringan sebelum air limbah dialirkan ke saluran pembuangan. Kuwu, RT, dan RW sudah mengetahui proses ini,” jelas Iyan.
Bahkan, menurutnya, Kuwu sendiri telah meninjau langsung area pembuangan dan menyatakan bahwa tidak ada bau menyengat. “Air limbah dialirkan ke sawah yang kami sewa dan kelola sendiri. Soal keluhan gatal, hanya satu orang yang mengalaminya dan belum ada bukti medis bahwa itu akibat dari saluran kami,” tegasnya.
Aksi petisi ini diprediksi akan terus bergulir hingga ada keputusan tegas dari pihak berwenang. Warga berharap, DLH dan Satpol PP segera turun tangan menindaklanjuti keluhan mereka. (Johan)
Discussion about this post