KUNINGAN, (FC).- Pelestarian adat tradisi Hajat Bumi bagi warga Desa Cikeleng, Kecamatan Japara, menjadi momen yang ditunggu setiap tahunnya. Acara berlangsung di Wilayah Pemakaman Manangga/Astana desa setempat.
Menurut Ketua Panitia Uki, adat tradisi hajat bumi merupakan wujud syukur kepada Allah SWT atas limpahan hasil panen. Sekaligus bubuka bagi masyarakat Desa Cikeleng yang akan menyelenggarakan khitanan maupun nikahan.
“Pada tradisi ini ada pembagian daging Kerbau untuk warga yang dibeli seharga Rp14 juta hasil dari rereoangan. Daging ini bukan untuk persembahan, melainkan untuk dimakan. Acara diawali dengan tawasulan dan doa-doa sebagai wujud syukur,” jelas Uki
Disini, lanjut Uki, ada keguyuban dimana warga membawa nasi berikut lauk pauknya untuk saling tukar, lalu dimakan bersama keluarga. Disamping itu, ada penampilan Tarian Tetenong dilakukan kaum perempuan yang diiringi alunan musik buhun, tampak juga Goong Renteng yang konon katanya di Kabupaten Kuningan hanya ada di Desa Cikeleng, Desa Sukamulya dan Desa Cibogo, Kecamatan Kadugede.
Dalam kesempatan itu, Sekda Kabupaten Kuningan, Dian Rachmat Yanuar menyampaikan, bahwa dalam menjalankan pemerintahan desa, perlu ditunjang lima pilar, meliputi keanekaragaman, partisipasi, pemberdayaan, otonomi, dan demokratisasi.
“Hari ini Desa Cikeleng telah menyampaikan pesan tiga pilar, yaitu pemberdayaan, partisipasi, dan keanekaragaman. Hajat Bumi merupakan sebuah tradisi yang dilangsungkan secara turun-temurun,” jelas Dian
Dian menyebutkan, bahwa Hajat Bumi adalah bentuk kearifan lokal yang menunjukkan nilai-nilai tradisi berharga di tengah derasnya teknologi informasi dan pengaruh budaya asing yang tidak sejalan dengan kehidupan sehari-hari masyarakat.
“Hajat Bumi di Cikeleng ini merupakan bukti bahwa masyarakat termasuk generasi muda masih menyimpan kerinduan, tekad, keinginan, dan motivasi untuk melestarikan warisan leluhur,” kata Dian.
Di tengah arus globalisasi dan budaya luar seperti K-Pop dan budaya Barat yang melanda generasi muda, Desa Cikeleng tetap kukuh melanjutkan tradisi Hajat Bumi. Hajat Bumi adalah bentuk rasa syukur atas berkah dan rahmat Allah SWT, serta menjadi momentum untuk evaluasi dan introspeksi tentang merawat alam dan bersyukur kepada Sang Pencipta.
“Momen ini luar biasa bagi kita, tidak hanya sebagai bentuk perayaan, tetapi juga mengandung nilai-nilai luhur dan kesetiaan sebagai orang Sunda atau orang Kuningan terhadap nilai-nilai budaya yang ada,” ungkap Dian.
Dian mengucapkan terima kasih kepada kepala desa, perangkat desa, BPD, LKM, Tokoh Agama, Pemangku Adat, tokoh masyarakat, generasi muda, masyarakat dan pihak lainnya yang bersinergi melestarikan tradisi budaya dengan mengedepankan komunikasi dan Koordinasi, ini menandakan pengelolaan desa yang akuntabel. (Ali)