KAB. CIREBON, (FC).- Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di Indonesia menjadi bisnis kejahatan yang menggiurkan kedua setelah Narkoba. Para mafia TPPO masuk melalui lembaga pelatihan kerja (LPK) dan pelatihan bahasa untuk merekrut calon tenaga kerja untuk dikirim ke negara terlarang.
Hal itu disampaikan Divisi Advokasi Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Pusat, Hasanudin, saat ditemui Fajar Cirebon di Kantor Kecamatan Babakan Kabupaten Cirebon, Senin (2/1).
Pria yang akrab disapa Hasan ini menjelaskan, sesuai keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor 260 Tahun 2015 tentang Penghentian Pelarangan dan Penempatan Tenaga Kerja Ke 18 Negara di Wilayah Timur Tengah.
Dan sampai saat ini keputusan tersebut belum dicabut, tetapi kenyataannya ribuan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) atau Pekerja Migran Indonesia (PMI) bisa berangkat ke Timur Tengah tentunya menggunakan jalur ilegal.
“ Info yang sangat mengejutkan ketika terjadi perang Rusia-Ukraina dimana ratusan PMI dipulangkan dari negara Ukraina, padahal sama sekali tidak ada yang tahu kalau ada PMI di negara tersebut,” jelasnya.
Dikatakannya, pola pemberangkatan PMI ke negara Timur Tengah kebanyakan menggunakan visa ziarah, pihak perusahaan penempatan PMI sengaja membelikan tiket pesawat pulang pergi untuk calon PMI. Sehingga dari pihak bandara di negara Timur Tengah percaya bila mereka akan melakukan ziarah dan akan segera kembali lagi.
” Harga tiket sekali penerbangan sekitar Rp14 juta pihak perusahaan sengaja membelikan tiket pulang pergi. Padahal mereka sengaja agar pihak bandara tidak mencurigai bila mereka akan bekerja di sana, mereka sengaja menghanguskan tiket kepulangan,” katanya.
Meskipun moratorium diberlakukan untuk negara Timur Tengah, sambung Hasan, namun negara-negara di Timur Tengah sangat membutuhkan PMI untuk bekerja di negaranya. Mereka yang diberangkatkan, per orang dibeli dengan harga antara Rp100 juta sampai Rp140 juta.
“ Calon PMI diiming-imingi akan diberi uang jaminan sebesar Rp5 juta,” bebernya.
Hasan menambahkan, dalam praktiknya para mafia TPPO ini meminta bantuan kepada para sponsor yang mereka bayar untuk perorang yang mereka bawa Rp 21 juta, para sponsor ini mencari calon PMI baik secara individu maupun melalui lembaga pelatihan kerja (LPK) maupun pelatihan bahasa yang saat ini marak di berbagai daerah.
“Bisnis TPPO ini adalah bisnis yang menggiurkan dan merupakan bisnis kejahatan terbesar kedua setelah bisnis narkoba, dan bisnis ini hanya menguntungkan beberapa gelintir orang dan juga sponsor,” terangnya.
Menjamurnya LPK maupun lembaga pelatihan bahasa (LPB) yang jumlahnya ribuan saat ini menjadi kedok bisnis para mafia TPPO, karena dalam aturan sebenarnya LPK maupun LPB hanya memiliki izin dari dinas pendidikan.
“ Kenyataan di lapangan LPK mupun LPB, selain mendidik dan melatih para PMI, juga menjadi penyalur PMI ke beberapa negara terutama negara-negara yang menjadi larangan untuk penyaluran dan penempatan PMI,” jelasnya.
Padahal lembaga itu hanya diberikan izin untuk melakukan pendidikan atau pelatihan, tetapi mereka seolah LPK yang sudah memiliki Sending Organization (SO) atau sebagai lembaga penyalur PMI, hal ini yang seharusnya dinas terkait untuk melakukan penertiban dan pembenahan terhadap LPK yang sebenarnya tidak diperkenankan untuk menjadi penyalur PMI.
“Untuk di Kabupaten Cirebon saja jumlah LPK yang memiliki SO masih di bawah 10, sementara jumlah LPK yang ada ratusan dan mereka bukan hanya melakukan pendidikan dan pelatihan. Mereka juga sebagai penyalur PMI,”jelasnya.
Hasan menambahkan, pengurus SBM telah mengunjungi langsung ke beberapa negara yang menjadi larangan penempatan PMI sesuai keputusan Kementerian Tenaga Kerja, salah satunya di negara Irak yang mana ribuan warga Indonesia menjadi PMI di negara tersebut.
“ Yang membuat aneh itu, para korban TPPO ini justru menjadi mafia sebagai penyalur untuk beberapa negara di sekitar Irak,” ujarnya.
Salah satunya, aku dia, PMI asal wilayah Kecamatan Pabedilan yang meminta bantuan SBMI karena tertangkap oleh pihak keamanan di negara Irak. Kenyataannya di sana PMI itu bergelimangan harta bahkan barang sitaan dari tangan PMI tersebut 5 buah iPhone canggih.
“Awalnya yang akan dibantu oleh SBMI karena atas laporan korban TPPO justru dia menjadi penyalur para korban ke beberapa negara yang diberangkatkan melalui negara Irak tepatnya di kota Herbil,”pungkasnya. (Nawawi)
Discussion about this post