KOTA CIREBON, (FC).- Pemerintah menyalurkan bantuan sosial pangan berupa telor ayam dan beras kepada keluarga risiko stunting.
Bantuan tetsebut bertujuan agar keluarga risiko stunting memperoleh asupan gizi yang cukup guna membantu mencegah stunting.
Namun jika tak diimbangi ketersediaan stok dan pasokan suplay barang yang mencukupi, maka bisa memicu inflasi.
Hal ini diakui Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPwBI) Cirebon, Hestu Wibowo pada acara Ngopi Bareng Media, Senin (26/6).
Menurutnya, program bantuan beras dan telor itu disumbangkan kepada keluarga stunting, tetapi lupa bahwa telornya itu juga ternyata dicari-cari di pasar.
“Jadi karena program bansos itu diarahkan untuk pengunaan telor, telornya ternyata stok di pasar habis untuk disalurkan ke bansos-bansos. Otomatis terjadi kelangkaan stok, sehingga harga telornya meningkat,” ungkap Hestu.
Selain bansos pangan, beberapa hal lain yang menjadi tantangan BI bersama Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) dalam pengendalian inflasi 2023 adalah Libur Panjang, El-Nino, dan Peningkatan Mobilitas Masyarakat Pasca Pandemi.
“Kami sudah membuat suatu analisis apa saja tantangannya. Kita masih punya waktu 6 bulan ke depan yang perlu kita antisipasi beberapa kemungkinan yang terjadi di 2023 dalam kebijakan pengendalian inflasi,” pungkasnya.
Dikatakan Hestu, Kota Cirebon menjadi salah satu dari 3 daerah dengan inflasi tahunan tertinggi di Jawa Barat selain Bogor dan Sukabumi.
Akan tetapi, secara moon to moon (mtm), inflasi Kota Cirebon disebut masih terjaga stabil.
“Pada bulan Januari itu memberikan tekanan terhadap inflasi yang cukup besar, mencapaai 1,1 persen karena ada kenaikan tarif PDAM,” ujarnya. (Andriyana)
Discussion about this post